Jakarta, CNBC Indonesia – Olimpiade adalah ajang olahraga paling tua sekaligus paling bergengsi di dunia. Ternyata, ada banyak cerita menarik di balik Olimpiade, termasuk atlet yang juara padahal sudah meninggal dunia.
Melansir dari BBC International, Arrichion dari Phigaleia menjadi juara Olimpiade cabang olahraga (cabor) pankration secara anumerta pada 564 Sebelum Masehi (SM) silam. Sebagai informasi, anumerta adalah penghargaan yang diberikan kepada seseorang setelah meninggal.
Pada saat bertarung untuk memperebutkan mahkota Olimpiade ketiganya, Arrichion dicekik dari belakang oleh lawan. Setelah sempat tak melepaskan diri dari cekikan tersebut, Arrichion berhasil bebas dengan mencengkram dan memutar pergelangan kaki lawan hingga patah.
Akibat tidak mampu menahan rasa sakit, lawan Arrichion pun mengangkat jari telunjuk sebagai tanda menyerah.
Saat lawannya sudah menyerah, ternyata tenggorokan Arrichion telah hancur. Saat dinyatakan sebagai pemenang, Arrichion menghembuskan napas terakhirnya.
Meskipun kematian Arrichion tergolong dramatis, kisah-kisah atlet yang mengorbankan nyawa demi kejayaan Olimpiade bukanlah hal yang aneh pada zaman Yunani kuno.
Khusus cabor pankration, pencekikan, mematahkan jari, dan pukulan ke alat kelamin diizinkan oleh wasit. Maka dari itu, tak heran jika banyak atlet yang menyerah dengan luka-luka mereka dalam beberapa hari setelah pertandingan berakhir.
Apa Itu Olahraga Pankration?
Melansir dari laman resmi Olimpiade, pankration yang merupakan kombinasi tinju dan gulat adalah olahraga yang sangat brutal. Satu-satunya batasan yang diterapkan dalam olahraga ini hanya tidak boleh menggigit atau mencungkil lawan.
“Pankration adalah “pusat” Olimpiade kuno yang liar dan tanpa batasan. Ini adalah olahraga yang sangat sederhana,” tulis keterangan Olimpiade, dikutip Kamis (8/8/2024).
“Dengan kekuatan luar biasa yang dimiliki para pria besar, pankration menjadi sumber cerita menakjubkan dan mitos yang menggugah,” lanjut keterangan yang sama.
Profesor sejarah Yunani Kuno di Dartmouth College Amerika Serikat (AS), Paul Christesen mengungkapkan bahwa para atlet pankration dapat melakukan apapun untuk melumpuhkan lawan. Uniknya, hal ini justru dianggap hal paling keren bagi masyarakat Yunani.
Serupa dengan semua olahraga, orang Yunani percaya bahwa Dewa atau pahlawan bertanggung jawab untuk menciptakan aturan. Dalam kasus pankration adalah Theseus, yakni pria mistis yang menemukan kombinasi gulat dan tinju untuk mengalahkan Minotaur, manusia setengah banteng yang konon tinggal di labirin di bawah istana Raja Minos dari Kreta.
Satu-satunya larangan dalam olahraga Theseus adalah menggigit dan mencungkil lawan. Berbeda dengan tinju, tangan para atlet pankration dibiarkan “kosong” tanpa sarung.
“Kami tahu bahwa beberapa orang tewas. Dugaan kami adalah ada banyak cedera yang sangat parah, tetapi mungkin tidak banyak kematian karena pingsan atau menyerah sebelum meninggal,” kata Christesen.
Menurut Christesen, orang Yunani cenderung menoleransi tingkat kekerasan yang jauh lebih tinggi dalam olahraga daripada masyarakat dari belahan dunia lainnya. Hal ini berkaitan dengan atlet yang akan menjadi tentara.
“Hal ini kembali pada isu bahwa orang yang berprofesi sebagai atlet cenderung menjadi tentara dan sebaliknya. Jadi dalam beberapa hal, ada kebiasaan untuk melakukan kekerasan,” jelas Christesen.
“Anda diharapkan untuk siap melakukan hal semacam itu di medan perang, jadi tidak ada rasa takut untuk melakukannya selama berolahraga,” sambungnya.
(rns/rns)
Next Article
RI Masih Bisa ke Olimpiade Usai Kalah Vs Uzbekistan, Ini Skenarionya