Hari Raya Idulfitri merupakan saat istimewa bagi umat Muslim di Indonesia setelah sebulan menjalani ibadah puasa. Lebaran dirayakan dengan penuh suka cita bersama keluarga, di mana hidangan khas seperti ketupat selalu menjadi sajian utama. Ketupat bukan hanya sekadar makanan pelengkap, namun memiliki sejarah dan makna filosofis yang mendalam. Tradisi ketupat ini diyakini berasal dari ajaran Sunan Kalijaga, yang memperkenalkan konsep Bakda Kupat sebagai simbol kebersamaan dan permohonan maaf.
Ketupat juga memiliki makna filosofis yang terkandung dalam bentuk dan bahannya. Sebagai contohnya, ketupat melambangkan pengakuan atas kesalahan yang dilakukan serta empat konsep spiritual dalam Islam: Luberan, Leburan, Lebaran, dan Laburan. Beras dalam ketupat melambangkan hawa nafsu yang harus dikendalikan, sedangkan janur atau daun kelapa muda merupakan simbol cahaya sejati yang menggambarkan kesucian hati.
Tidak hanya di Lebaran, ketupat juga memiliki peran dalam berbagai upacara adat di Indonesia sejak zaman Kerajaan Majapahit dan Pajajaran. Beberapa tradisi yang melibatkan ketupat antara lain adalah upacara Sekaten, Grebeg Maulud, Upacara Mitoni, dan tradisi nelayan. Keberadaan ketupat dalam berbagai tradisi ini menunjukkan nilai budaya yang tinggi dan makna yang mendalam.
Meskipun zaman terus berkembang, tradisi makan ketupat saat Lebaran tetap lestari. Hidangan tersebut bukan hanya sekadar pelengkap menu Lebaran, tetapi juga merupakan simbol kebersamaan, nilai-nilai luhur, dan semangat saling memaafkan serta menyucikan diri. Seiring dengan semangat Idulfitri, ketupat tetap hadir untuk memperkaya makna dan tradisi bangsa Indonesia.