Tradisi Kupatan Usai Lebaran di Manyar Gresik: Segar dan Bermakna

Warga Desa Banjarsari, Kecamatan Manyar, Gresik, melanjutkan tradisi lebaran kupatan setelah Hari Raya Idul Fitri 1446H. Tradisi ini, dikenal sebagai ‘Lebaran Ketupat’, merupakan bagian dari budaya masyarakat Jawa yang sudah berakar. Pada hari tersebut, masyarakat biasanya membuat ketupat dan menyajikannya bersama, baik di rumah maupun di masjid sambil berdoa bersama.

Lebaran Kupatan merupakan ungkapan syukur setelah menjalankan ibadah sunnah selama enam hari di bulan Syawal. Tradisi ini pertama kali diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga, seorang wali yang menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa. Ketupat, atau kupat dalam Bahasa Jawa, singkatan dari ‘Ngaku Lepat’ yang artinya mengakui kesalahan, melambangkan permintaan maaf dan saling memaafkan antar sesama.

Menurut Pramono, seorang warga Desa Banjarsari, Lebaran Ketupat bukan hanya perayaan budaya semata, tetapi juga memiliki nilai religius yang dalam. Tradisi ini telah diwariskan secara turun-temurun dan tetap dilestarikan hingga sekarang. Selain itu, moment Lebaran Ketupat juga dimanfaatkan sebagai ajang silaturahmi dengan keluarga dan tetangga untuk mempererat tali persaudaraan.

M.Sholeh juga mengungkapkan bahwa suasana Lebaran Ketupat di desanya lebih ramai daripada hari lebaran pada umumnya. Hal ini disebabkan oleh saling bertukar makanan berbahan dasar ketupat antar warga, yang kemudian disantap bersama sambil bersilaturahmi. Suasana kebersamaan dan kegembiraan terasa lebih kuat di hari Lebaran Ketupat, mencerminkan kekayaan budaya dan nilai-nilai kehidupan sosial masyarakat Desa Banjarsari, Manyar, Gresik.

Source link