Keturunan Tionghoa seringkali menjadi pengusaha sukses, termasuk di Indonesia. Berdasarkan Forbes Indonesia’s 50 Richest, 5 miliarder terkaya di negara ini berasal dari keturunan China. Mengapa demikian? Peneliti Harvard Business Review, John Kao, menemukan bahwa tradisi Konfusianisme memainkan peran penting dalam bisnis keturunan Tionghoa di mana pun mereka berada. Konfusianisme, yang diterapkan di berbagai negara seperti China, Jepang, Korea, Taiwan, Hong Kong, Singapura, dan Vietnam, menekankan keharmonisan dan saling mengasihi antarindividu.
Hasil penelitian Kao terhadap 150 pengusaha keturunan Tionghoa menunjukkan bahwa sebagian besar dari mereka adalah generasi pertama imigran yang melarikan diri dari kondisi perang atau dampak bencana politik di China. Tradisi berhemat, memiliki tabungan, bekerja keras, memprioritaskan keluarga, dan mengutamakan kepemimpinan laki-laki dalam bisnis adalah nilai yang diterapkan oleh para pengusaha keturunan Tionghoa. Mereka cenderung menjalankan bisnis yang menghasilkan barang berwujud seperti real estate, perkapalan, atau ekspor-impor, dengan fokus pada kontrol yang terbatas agar dapat dielola oleh keluarga.
Para pengusaha keturunan Tionghoa umumnya mewariskan aset bisnis hanya kepada anggota keluarga dan mengelola perusahaan sebagai kaisar yang memerintah kerajaan. Mereka juga cenderung memilih menjadi bos di bisnis kecil pribadi daripada menjadi bawahan di perusahaan besar. Sebagai contoh, pepatah kuno Tiongkok, “Lebih baik menjadi kepala ayam daripada menjadi ekor sapi besar,” menjadi landasan bagi keputusan dan pandangan bisnis mereka. Semua nilai-nilai dan prinsip ini membentuk karakter dan keberhasilan para pengusaha keturunan Tionghoa yang terkenal akan ketekunan dan kerja keras mereka.