Setiap tahun, umat Buddha di seluruh dunia merayakan Hari Raya Waisak sebagai momen penting dalam kehidupan Siddharta Gautama, Sang Buddha. Waisak memperingati tiga peristiwa utama dalam kehidupan Sang Buddha, yakni kelahirannya di Taman Lumbini, pencapaian pencerahan di Bodhgaya, dan wafatnya di Kusinara. Hari raya ini juga dikenal sebagai Hari Trisuci Waisak, merenungkan kebajikan Sang Buddha serta mengikuti ajarannya untuk membebaskan makhluk dari penderitaan.
Waisak bukan hanya sekadar perayaan seremonial, namun juga momen refleksi dan peneladanan nilai-nilai Sang Buddha. Dalam mengajarkan Dhamma, Sang Buddha menggunakan tiga cara agar para pengikutnya bisa meraih manfaat nyata dari praktiknya. Sebagai Guru Tiada Tara dan Sang Buddha Guru Dunia, ajarannya dikenal sebagai jalan menuju pembebasan.
Lumbini, tempat kelahiran Sang Buddha, adalah situs suci yang didukung oleh bukti sejarah, tercatat di UNESCO. Di Indonesia, Waisak diakui sebagai hari libur nasional dan perayaan utamanya terpusat di Candi Borobudur. Prosesi suci dimulai dari Candi Mendut hingga Candi Borobudur, dengan ritual pengambilan air suci dan penyalaan obor dari api abadi Mrapen. Puncak perayaan Waisak terjadi pada detik-detik purnama, yang ditandai dengan meditasi bersama dan pelepasan ribuan lampion ke langit malam.
Selain Waisak, umat Buddha juga merayakan hari-hari suci lainnya seperti Ashada, Kathina, dan Magha Puja. Semua perayaan keagamaan tersebut memperkuat ikatan spiritual antar sesama dan biasanya dipusatkan di vihara. Tema nasional Waisak tahun ini adalah “Tingkatkan Pengendalian Diri dan Kebijaksanaan Mewujudkan Perdamaian Dunia.” Ajaran dan tradisi ini menjadi inspirasi bagi umat Buddha untuk menjalani kehidupan dengan penuh kebajikan dan kebijaksanaan.