Kemandirian Antariksa sebagai Pilar Kedaulatan: Urgensi RUU Pengelolaan Ruang Udara Nasional di Tengah Persaingan Global

Mendorong Kemandirian Antariksa Indonesia: Urgensi RUU Pengelolaan Ruang Udara di Era Rivalitas Global

Kemandirian Antariksa menjadi isu strategis nasional yang tak lagi dapat ditunda. Di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan semakin intensifnya rivalitas global, Indonesia dihadapkan pada tantangan untuk memperkuat posisi dalam lanskap geopolitik antariksa. Dalam diskusi publik bertema “Mewujudkan Kemandirian Antariksa Indonesia di Tengah Rivalitas Global” yang diselenggarakan oleh CIReS FISIP UI, berbagai pemangku kepentingan menyuarakan urgensi penguatan kebijakan dan regulasi, termasuk percepatan RUU Pengelolaan Ruang Udara Nasional sebagai landasan hukum kedaulatan vertikal Indonesia.

Urgensi Kemandirian Antariksa dalam Geopolitik Global

Diskusi yang digelar di Auditorium Juwono Sudarsono FISIP UI ini dibuka oleh Prof. Semiarto Aji Sumiarto, Dekan FISIP UI, yang menekankan bahwa Kemandirian Antariksa bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan strategis. Dengan lebih dari 300 peserta hadir secara luring dan daring—termasuk dari parlemen, kementerian, TNI, akademisi, dan media—forum ini menggambarkan tingginya perhatian terhadap isu antariksa nasional.

Prof. Thomas Djamaluddin, mantan Kepala LAPAN dan Peneliti Utama BRIN, menyoroti bahwa meski Indonesia pernah menjadi pelopor peluncuran satelit di Asia Tenggara, saat ini kita masih menghadapi lemahnya tata kelola antariksa, minimnya pendanaan, serta arah kebijakan yang belum terintegrasi pasca penggabungan LAPAN ke BRIN.

“Tanpa penguasaan teknologi antariksa, kita akan tertinggal dalam ekonomi global masa depan,” tegasnya.

Ruang Antariksa sebagai Domain Strategis Nasional

Marsekal TNI (Purn.) Chappy Hakim dalam paparannya menegaskan bahwa antariksa kini sejajar dengan wilayah darat, laut, dan udara dalam konteks pertahanan dan kedaulatan nasional. Ia mengusulkan revitalisasi Dewan Penerbangan menjadi Dewan Penerbangan dan Antariksa Nasional, dengan melibatkan berbagai kementerian, TNI AU, BRIN, dan unsur swasta.

“Indonesia tidak bisa lagi hanya menjadi pengguna pasif. Saatnya kita bertindak strategis dan terpadu,” ujarnya.

RUU Pengelolaan Ruang Udara Nasional: Pilar Kedaulatan Vertikal

Salah satu sorotan utama adalah pembahasan RUU Pengelolaan Ruang Udara Nasional (RUU PRUN). Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dr. Dave Laksono, menyatakan bahwa RUU ini penting untuk memperkuat aspek kedaulatan vertikal Indonesia.

“RUU ini menjadi langkah awal agar Indonesia tidak hanya menjadi pasar layanan antariksa, tetapi pemain aktif dan mandiri dalam industri ini,” jelas Dave.

Menurutnya, DPR telah mendorong percepatan pembentukan lembaga antariksa yang kuat, integratif, serta mendukung investasi dalam R&D dan kerja sama internasional.

Ekosistem Antariksa: Teknologi, SDM, dan Infrastruktur

Anggarini S., M.B.A. dari Asosiasi Antariksa Indonesia mengingatkan bahwa Indonesia masih bergantung pada negara lain untuk peluncuran satelit, akses data, dan teknologi. Untuk mengubah ini, Indonesia perlu membangun ekosistem antariksa utuh—mulai dari manufaktur, peluncuran, hingga pemanfaatan data satelit.

Ia juga menyerukan perlunya alih teknologi, penguatan start-up lokal, serta harmonisasi regulasi sebagai langkah menuju Indonesia Emas 2045.

Kebijakan Fiskal dan Infrastruktur: Tantangan Jangka Panjang

Yusuf Suryanto, M.Sc. dari Bappenas menekankan bahwa Kemandirian Antariksa tidak bisa dilepaskan dari dukungan fiskal dan kebijakan lintas sektor yang kuat. Meski telah masuk dalam RPJPN 2025–2045 sebagai proyek strategis nasional, realisasi pengembangan sektor antariksa masih terhambat oleh investasi yang rendah dan koordinasi yang lemah.

Antariksa dan Diplomasi Global: Mencegah Kolonialisasi Baru

Prof. Fredy B.L. Tobing dan Asra Virgianita, Ph.D., dari FISIP UI mengangkat dimensi etika dan diplomasi luar negeri dalam pengelolaan antariksa. Menurut mereka, tanpa intervensi negara yang adil dan berpihak pada masyarakat, ekonomi antariksa justru berisiko menciptakan kolonialisme baru yang memperdalam ketimpangan global.

“Antariksa harus menjadi ruang damai bersama, bukan medan eksploitasi oleh negara maju,” kata Asra.

Kekecewaan Publik dan Lemahnya Political Will

Diskusi ini juga memunculkan kritik dari peserta, termasuk ketidakjelasan pembentukan lembaga antariksa sebagaimana diamanatkan UU sejak 2013. Minimnya alokasi anggaran dan lemahnya komitmen politik menjadi sorotan utama yang menghambat kemajuan antariksa nasional.

Kesimpulan: Kemandirian Antariksa Tak Lagi Bisa Ditunda

Hasil diskusi ini menegaskan bahwa Indonesia harus segera membangun strategi terpadu untuk mewujudkan Kemandirian Antariksa. Dimulai dari penguatan regulasi seperti RUU Pengelolaan Ruang Udara Nasional, penataan kelembagaan, peningkatan pendanaan riset, hingga kerja sama internasional yang strategis dan adil. Tanpa langkah konkret, Indonesia berisiko tertinggal jauh dalam perlombaan ekonomi dan teknologi global.

Baca juga: Indonesia Dorong Peran Strategis BRIN di Era Teknologi Antariksa

Sumber: https://id.investing.com/news/economy-news/mewujudkan-kemandirian-antariksa-indonesia-di-tengah-rivalitas-global-2797047