Media sosial X (sebelumnya Twitter) dihebohkan dengan tagar #JanganJadiDosen sebagai ajakan agar masyarakat tidak memilih profesi menjadi dosen. Hal ini tidak terlepas dari pendapatan pengajar di perguruan tinggi yang dianggap rendah.
Beberapa warganet yang bekerja sebagai dosen bahkan tak ragu untuk membagikan bukti slip gaji mereka sebagai bukti bahwa pendapatan dosen tidak sebesar yang diharapkan dan cenderung kecil. Misalnya @ikhwanuddin yang mengunggah penerimaan gaji sebagai dosen sebesar Rp3.504.000 setelah bekerja selama lebih dari 6 tahun.
Tidak hanya Ikhwan, beberapa dosen lain juga turut membagikan bukti penerimaan dan slip gaji mereka. Sebagai contoh, seorang warganet dengan jabatan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP)/Lektor dengan pangkat atau golongan IIIB dan masa kerja tujuh tahun hanya menerima gaji bersih Rp1.262.706.
Bagi dosen yang merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS), besaran gaji mereka diatur berdasarkan PP Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedelapan Belas atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 Tentang Peraturan Gaji PNS. Pada Januari 2024, pemerintah resmi menaikkan gaji PNS sebesar 8 persen sesuai dengan aturan yang ditetapkan.
Selain gaji, tunjangan dosen juga diatur dalam Perpres Nomor 65 Tahun 2007 tentang Tunjangan Dosen. Dosen yang mendapat tugas tambahan akan menerima tunjangan setiap bulan sesuai dengan jabatannya, seperti rektor, pembantu rektor, dekan, ketua sekolah tinggi, dan lainnya.
Untuk dosen dan rektor di perguruan tinggi swasta, besaran gaji biasanya berbeda-beda sesuai kebijakan kampus. Dosen tetap, dosen tidak tetap, dan dosen honorer menerima gaji berbeda sesuai dengan status dan kontrak kerja masing-masing.
Semua ketentuan terkait gaji dan tunjangan dosen diatur sesuai dengan peraturan yang berlaku, termasuk dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.