Tim Ekspedisi Warisan Islam dalam Selimut Budaya Baru sedang menjahit “kain” robek agar bisa dikenakan kembali. Mereka memulai perjalanan mereka dari Ampeldenta, Surabaya, dan menempuh perjalanan luar biasa ke 6 kota di wilayah Jawa Timur dalam waktu seminggu.
Perjalanan dimulai setelah Sholat Dhuhur, di mana tim ekspedisi disambut dengan senyum hangat oleh para pedagang yang memadati jalan menuju kompleks makam. Mereka dipanggil dengan sebutan abah dan diundang untuk mampir sebentar. Kompleks pemakaman Raden Rahmatillah atau Sunan Ampel menjadi tempat ziarah yang populer di Surabaya, di mana para pemuda dan pemudi sering membuat konten video dan berfoto sambil berziarah.
Bersama Pak Mustajab, abdi dalem makam, tim menjelajahi kompleks makam dan mendengar cerita menarik tentang Sunan Ampel dan masjid yang didesain oleh Mbah Soleh. Perjalanan ini mengarah ke Kota Tuban setelah selesai di Surabaya. Tuban, sebagai Bumi Wali, memiliki banyak mitos dan fakta tentang para Sunan yang pernah tinggal di sana.
Kota Tuban, yang sudah ada sejak sebelum tahun 1000 Masehi, merupakan pelabuhan penting bagi para utusan, pedagang, dan rakyat. Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel, dan Syekh Asmarakandi pernah tinggal di Tuban, dan cerita mereka terkubur di sana. Tim ekspedisi memutuskan untuk memverifikasi data dan meluangkan 4 hari di Tuban.
Mereka bahkan mengunjungi kompleks pemakaman Ronggolawe yang menakutkan. Tim ini mencoba menyatukan kebenaran sejarah dengan mitos, menyadari bahwa leluhur mereka membuat asimilasi dengan berbagai kebudayaan untuk menciptakan kebudayaan baru yang lebih kaya dan beragam. Misalnya, relief-relief gapura di kompleks makam Sunan Ampel menunjukkan pengaruh budaya Tionghoa.
Semua perjalanan ini merupakan upaya untuk menjahit kembali warisan Islam dalam selimut budaya baru, sebagai bagian dari menjaga dan menghargai warisan nenek moyang mereka.