Jakarta, CNBC Indonesia – Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) memastikan bahwa peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) alias calon dokter spesialis berbasis Rumah Sakit Pendidikan sebagai Penyelenggara Utama (RSPPU) atau hospital based bakal digaji dan bebas biaya pendidikan. Menteri Kesehatan (Menkes RI), Budi Gunadi Sadikin menjamin bahwa calon dokter spesialis yang menempuh pendidikan melalui program hospital based akan mendapatkan kesejahteraan berupa memperoleh gaji dan menjalani pendidikan spesialis tanpa biaya, seperti penerapan sistem di luar negeri. Menurut Budi, hal tersebut dilakukan untuk mengatasi salah satu permasalahan utama pendidikan dokter spesialis di Indonesia, yakni biaya pendidikan yang mahal.
“Jadi, pendidikan dokter spesialis [di Indonesia] sama dengan pendidikan dokter di dunia. Tidak usah bayar uang kuliah, tidak usah bayar uang pangkal,” ujar Budi dalam Peluncuran Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis RSPPU di Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita, Jakarta, Senin (6/5/2024). Lebih lanjut, Budi mengatakan bahwa seluruh calon dokter spesialis yang menempuh pendidikan melalui program hospital based ini akan memiliki status yang lebih jelas, yakni menjadi tenaga kontrak rumah sakit dan bakal memperoleh manfaat yang serupa dengan tenaga kerja lainnya.
“Mereka akan mendapatkan perlindungan kesehatan, perlindungan hukum, jam kerja yang wajar, dan statusnya bukan pesuruh, pembantu, atau keset,” tegas Budi. Sebagai informasi, PPDS berbasis RSPPU atau hospital based diresmikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam upaya mengatasi masalah kurangnya jumlah dokter spesialis di Indonesia, terutama di daerah terpencil.
Indonesia darurat dokter spesialis
Hingga saat ini, Indonesia masih memegang status sebagai negara dengan jumlah dokter spesialis yang rendah di dunia, yakni peringkat ke-147 dan kesembilan di Asia Tenggara. Mengutip data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2019, Jokowi mengungkapkan bahwa rasio dokter spesialis di Indonesia hanya 0,47 per 1.000 penduduk. Padahal, rasio ideal yang ditetapkan oleh WHO adalah satu per 1.000 penduduk.
Jika mengacu pada rasio WHO tersebut, Jokowi mengatakan bahwa Indonesia masih kekurangan 124 ribu dokter umum dan 29 ribu dokter spesialis. Saat ini, RI baru mampu mencetak 2.700 dokter spesialis setiap tahun.
“Selalu keluhan di daerah, utamanya di provinsi kepulauan selalu adalah dokter spesialis yang tidak ada. Ini menjadi PR besar kita karena rasio dokter dibanding penduduk kita, saya kaget Saya tadi baru baca 0,47 dari 1.000,” ungkap Jokowi dalam kesempatan yang sama. Jokowi menyebut, ketersediaan alat yang selama ini sudah disebar ke puskesmas dan rumah sakit di wilayah terpencil bukan menjadi satu-satunya solusi kendala pengobatan di daerah. Maka dari itu, ia meminta para pemangku kebijakan untuk menciptakan terobosan guna mengatasi masalah jumlah dokter spesialis.