Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf RI), Sandiaga Uno buka suara soal narasi yang menyebutkan Bali sedang “dijajah” oleh Warga Negara Asing (WNA).
Sandi menegaskan bahwa ia tidak setuju dengan narasi yang menyebutkan Bali sedang “dijajah” oleh WNA yang berwisata atau menetap di Pulau Dewata itu. Justru, ia menyebut Bali diramaikan oleh WNA karena merupakan salah satu destinasi utama di dunia yang menawarkan banyak pengalaman wisata baru.
“Saya tidak sepakat sama sekali (Bali sedang “dijajah”). Bali menurut saya justru menjadi destinasi utama yang ingin dikunjungi. Kalau ada top 10 destinasi dunia, Bali selalu masuk minimal posisi ketiga,” kata Sandi di Gedung Sapta Pesona, Jakarta, Senin (27/5/2024).
Sandiaga mengatakan, Bali selalu menjadi target utama para wisatawan, baik domestik maupun mancanegara karena memiliki keunggulan berupa wisata berbasis budaya, menawarkan keindahan alam, hingga keramah-tamahan penduduk setempat.
Ia mengatakan, pihaknya akan melakukan penegakan hukum secara tegas bagi para WNA yang melanggar aturan setempat, termasuk deportasi untuk menghapuskan narasi bahwa WNA “menjajah” Bali.
“Langkah konkretnya adalah penegakan hukum secara tegas untuk para pelanggar hukum. Tidak ada toleransi, apalagi yang berkaitan dengan kesempatan kerja, penyalahgunaan izin tinggal, dan sebagainya,” tegas Sandi.
“Jika dia melanggar dan sudah ada beberapa kali pelanggarannya, pihak imigrasi sudah berkoordinasi maka kita tidak akan ragu untuk mendeportasi,” sambungnya.
Seiring dengan pernyataan Sandi, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Tjok Bagus Pemayun turut menegaskan bahwa Bali tidak sedang “dijajah” oleh WNA. Sebab, masyarakat setempat benar-benar menjaga Bali dari campur tangan asing.
“Bali tidak hanya memiliki sumber daya alam, Bali juga memiliki budaya yang dalam tanda kutip kita suguhkan kepada wisatawan sehingga kami, masyarakat Bali betul-betul menjaga,” kata Tjok Bagus dalam Weekly Brief with Sandi Uno, Senin (27/5/2024).
“Bali ini tidak seperti yang dikatakan, yaitu dijajah. Namun, istilah-istilahnya sering kali muncul, hanya istilah,” sambungnya.
Terkait banyaknya WNA yang membuka usaha di Bali, seperti villa hingga restoran, Sandi tidak menyebut secara gamblang bahwa itu adalah dampak dari sistem Online Single Submission (OSS) atau perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik.
Namun, ia menyebut bahwa fenomena WNA yang membuka usaha di Bali adalah hal serupa yang terjadi di wilayah lain. Menurutnya, hal itu wajar dilakukan selama mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tetap berada dalam porsi masing-masing.
“Nah, yang terjadi di Bali itu sama dengan wilayah lain di Indonesia. Masyarakat yang ingin membuka usaha itu diberikan kemudahan,” jelas Sandi.
“Tapi sebetulnya, kan, semua harus mengikuti dan mengacu pada regulasi yang kita miliki. Usaha-usaha tersebut harus sesuai peraturan perundang-undangan,” lanjutnya.
Sebelumnya, desainer perhiasan, Wanda Ponika menyebutkan bahwa para WNA yang memasuki Bali tengah melakukan “penjajahan” secara modern. Menurut Wanda, “penjajahan” itu dilakukan WNA dari aspek perekonomian dan harga diri.
Dalam opininya, Wanda menyebut bahwa “penjajahan” oleh para WNA itu berupa perilaku yang tidak sesuai aturan yang berlaku, mesum, transaksi narkoba, bekerja, hingga membuka usaha di Bali. Tak hanya itu, ia turut menyoroti masifnya pembangunan dan alih fungsi lahan di Pulau Dewata.
“Aset bangsa mulai dikuasai orang asing, pengempangan pajak dilakukan di depan mata kita, perebutan lapangan pekerjaan. Ini penjajahan di era modern,” tulis Wanda melalui akun Instagram pribadinya (@wandaponika), dikutip Selasa (28/5/2024).
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Viral Turis Bali Jalan Kaki ke Bandara, Ternyata Ini Masalahnya
(rns/rns)