Jakarta, CNBC Indonesia – DPR RI resmi mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) menjadi Undang-undang (UU), Selasa (4/6/2024). Dengan demikian, para ibu yang bekerja berhak mendapatkan cuti melahirkan hingga enam bulan.
Pengesahan UU KIA tersebut ditetapkan oleh DPR RI dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-19 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2023-2024 yang dipimpin oleh Ketua DPR RI, Puan Maharani. Sebanyak sembilan fraksi di DPR mengatakan setuju atas pengesahan RUU tersebut.
“Apakah RUU Tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan dapat disahkan menjadi undang-undang?” tanya Puan kepada seluruh Anggota Dewan yang hadir, Selasa (4/6/2024).
“Setuju,” jawab seluruh Anggota Dewan yang diikuti oleh ketukan palu oleh Puan.
Sebelum Puan mengetok palu untuk mengesahkan RUU KIA, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Fraksi PDIP, Diah Pitaloka melaporkan hasil pembahasan RUU KIA di komisinya. Berdasarkan laporan Diah, RUU tersebut terdiri atas sembilan bab dan 46 pasal.
“Pengaturannya meliputi hak dan kewajiban, tugas dan wewenang penyelenggaraan kesejahteraan ibu dan anak, data dan informasi, pendanaan, serta partisipasi masyarakat,” ujar Diah dalam rapat.
Dalam laporannya, Diah mengatakan bahwa ada lima pokok pengaturan dalam RUU KIA yang disepakati oleh Komisi VIII DPR RI dan pemerintah, salah satunya adalah terkait perumusan cuti bagi ibu pekerja.
“Kami juga mendengarkan berbagai masukan dan kesaksian tentang anak terlantar, kekurangan atau ketiadaan pengasuhan, ibu tunggal yang menanggung hidup anak sepenuhnya yang terhimpit oleh urgensi bekerja sekaligus mengasuh anak,” ujar Diah.
“Serta masih banyak keluarga yang menghadapi keterbatasan akses pelayanan kesehatan, pengetahuan dan informasi tentang pengasuhan yang layak, maupun keterbatasan fisik dan mental,” sambungnya.
Terkait cuti melahirkan, RUU tersebut menetapkan bahwa ibu pekerja yang melakukan persalinan berhak menerima cuti paling singkat tiga bulan pertama dan paling lama tiga bulan berikutnya jika memiliki kondisi khusus dengan bukti surat keterangan dokter.
Dengan demikian, ibu pekerja berhak mendapatkan cuti paling lama enam bulan. Sebelumnya dalam UU Ketenagakerjaan Pasal 82 ayat 2, ibu pekerja hanya bisa paling lama cuti bersalin paling lama tiga bulan.
Selain itu, suami yang mendampingi istri selama persalinan juga berhak mendapatkan cuti, yakni dua hari dan tambahan tiga hari berikutnya atau sesuai kesepakatan pemberi kerja.
Bagi suami yang mendampingi istri yang mengalami keguguran berhak mendapat cuti selama dua hari.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (MenPPPA), Bintang Puspayoga mengatakan bahwa UU ini disusun dalam upaya mengatasi berbagai permasalahan ibu dan anak di Indonesia, seperti kematian ibu saat melahirkan, angka kematian bayi, hingga stunting.
Melalui RUU yang sudah sah menjadi UU ini, pemerintah akan menjamin hak-hak anak selama fase seribu hari pertama kehidupan hingga menetapkan kewajiban keluarga, termasuk ibu dan ayah.
“Suami wajib memberikan kesehatan, gizi, dukungan pemberian air susu ibu, dan memastikan istri dan anak mendapatkan pelayanan kesehatan dan gizi,” kata Bintang, dikutip dari laman resmi KemenPPPA.
“Meringankan beban ibu dan terciptanya lingkungan yang ramah ibu dan anak, baik di keluarga, di tempat kerja, maupun di ruang publik merupakan prasyarat penting kesejahteraan ibu dan anak pada fase seribu hari pertama kehidupan,” sambungnya.
[Gambas:Video CNBC]
(rns/rns)