Pengamat Politik Developing Countries Studies Center (DCSC), Zaenal A Budiyono menilai pencapaian Golkar di Pileg 2024 ini cukup mengejutkan.
“Saya kira ini titik-balik Golkar setelah sebelumnya kurvanya terus menurun. Banyaknya elit Golkar yang keluar dan mendirikan partai baru sempat membuat suara partai beringin terkoreksi. Namun kini mereka berhasil mengkonsolidasikan diri dan memanaskan mesin hingga di kepengurusan terbawah,” kata Zaenal, Sabtu (15/6/2024).
Padahal, lanjutnya, survei Golkar beberapa bulan menjelang Pileg 2024 masih stagnan satu digit. Misalnya pada survei Desember 2023, dimana elektabilitas Golkar hanya berada di kisaran 9,3 persen. Lalu mengapa terjadi lompatan tajam hingga 17,59 persen di Pileg 2024?
“Pertama, yang saya dengar langsung dari beberapa sumber, Golkar menyadari bahwa kepengurusan di Ranting sudah lama mati suri. Lalu dilakukan revitalisasi secara massif sehingga mesin partai hidup lagi,” jelas Zaenal.
Kedua, tambahnya, kecermatan Golkar “memanfaatkan” coattail effect (efek ekor jas) Joko Widodo dan Prabowo Subianto sekaligus.
“Hasilnya kita lihat suara Golkar melebihi Partai Gerindra (Gerakan Indonesia Raya), yang notabene partainya Pak Prabowo dan menempel PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan). Saya kira desk pemenangan pemilu Golkar menyiapkan strategi ini sejak lama. Bukan ujug-ujug,” kata Zaenal.
Ketiga, penempatan calon anggota legislatit (caleg) di daerah pemilihan (dapil) yang tepat. Pasalnya merekalah yang menjadi ujung tombak kampanye untuk menarik simpati pemilih.
“Ada proses seleksi dan sekolah partai untuk caleg di Golkar Institute sejak dua tahun lalu. Saya kira itu berpengaruh, khususnya dalam pemetaan isu di tiap Dapil, dan juga mengukur kekuatan dan kelemahan partai,” ungkap Zaenal.