Pamekasan (beritajatim.com) – Istilah ‘toron’ menjadi sebuah tradisi unik bagi kalangan masyarakat Madura, khusunya mereka yang tengah berada di perantauan dalam rangka menyambut momentum hari raya atau lebaran.
Dalam beragam literatur, Istilah ‘toron’ berasal dari bahasa Madura, yang memiliki arti ‘turunan’ atau ‘keturunan’. Tradisi tersebut diwariskan secara turun-temurun sebagai bentuk merawat silaturahim, sekaligus kembali mengingat akan peran penting dari kampung halaman.
Tidak jarang, istilah ‘toron’ juga menjadi tradisi mudik tahunan bagi kalangan masyarakat Madura, biasanya dilakukan setiap menjalang lebaran, termasuk Hari Raya Idul Adha.
Tradisi tersebut bukan sekedar pulang kampung, tetapi juga sebagai perekat tali persaudaraan, mengenang leluhur, hingga bentuk syukur atas segala berkah. Bahkan tradisi toron Idul Adha, juga mengandung banyak makna tersirat.
Bagi kalangan masyarakat Madura, perayaan Idul Adha menjadi momentum penting untuk berkurban sebagai bentuk syukur. Sehingga tradisi tersebut menjadi wujud syukur, salah satunya dengan berkumpul bersama keluarga maupun tetangga di kampung halaman.
Bahkan bagi masyarakat Madura yang tengah berada di perantauan, toron menjadi salah satu kewajiban moral yang harus mereka lakukan agar tidak melupakan tanah leluhur dan tanah kelahiran.
Tradisi tersebut juga terus lestari sebagai pengingat akan sebuah nilai penting kekeluargaan, gotong royong, sekaligus sebagai bentuk rasa syukur dalam budaya Madura.
Tidak kalah penting, istilah toron juga bukan hanya sekedar pulang kampung, tetapi juga memiliki makna penting lainnya. Di antaranya silaturahim yang bertujuan untuk mempererat ikatan persaudaraan bersama keluarga besar di kampung halaman.
Poin lainnya yaitu nyekar dengan mengunjungi makam para leluhur untuk memanjatkan doa dan mengenang akan jasa mereka, termasuk ‘nyambhung bhela’ dengan cara berbagi rezeki dengan sanak keluarga, tetangga hingga ulama setempat sebagai bentuk syukur. [pin]