Surabaya (beritajatim.com) – Abdul Fatah Hasan, Ketua Persatuan Dukun Nusantara (Pedunu) asal Banyuwangi, menguak akar tradisi ‘jamasan’ atau memandikan benda keramat (pusaka), saat bulan Suro.
“Memandikan gaman (pusaka), istilahnya adalah jamasan pusaka. Saya sendiri juga turut melakukan jamasan pusaka di alas Purwo, Banyuwangi. Saat pertengahan bulan suro nanti,” papar Abdul Fatah, Jumat (5/7/2024).
Menurut Abdul Fatah, tadisi jamasan sudah turun temurun sejak masa lampau. Dan memiliki filosofis di Tanah Jawa, yakni mengambil hikmah peristiwa Nabi Musa AS, saat dikejar bala tentara Raja Fira’un.
“Asal muasal kenapa bulan Suro ini kuat dikaitkan dengan bulan yang sakral. Sebab banyak peristiwa atau perjalanan spiritual para nabi yang waktu kejadiannya di bulan Suro atau Muharram,” ujar Ketua Dukun di Indonesia itu.
“Dan salah satunya adalah tradisi jamasan atau memandikan pusaka, yang diambil dari kisahnya Nabi Musa,” imbuhnya.
Peristiwa itu, lanjutnya, terjadi tepat di tanggal 10 Suro atau Muharram 3.500 tahun silam. Atas kekuasaan Allah, Nabi Musa menang melawan Firaun. Tongkat Nabi Musa membelah lautan hingga Firaun dan pengikutnya tenggelam di dalamnya.
“Kemenangan Nabi Musa melawan Fir’aun, terjadi di bulan suro dengan menggunakan senjata yang bisa membelah laut, yakni tongkat. Serta dari situ, sebaiknya jamasan pusaka dilakukan pada bulan Suro, karena bercermin pada kejadian itu,” tutup Abdul Fatah. [ram/suf]