Bojonegoro (beritajatim.com) – Festival Candra Benawa Getas yang dihelat pada 5-6 Juli 2024 di Sungai Bengawan pembatas antara Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur memiliki tujuan menjaga kelestarian Budaya Bengawan.
Festival Candra Benawa digelar dengan melibatkan lima desa, dua kabupaten, dan dua provinsi. Lima desa itu, Desa Tebon Kecamatan Padangan, Desa Payaman Kecamatan Ngraho Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur.
Kemudian tiga desa di Jawa Tengah, Desa Getas, Desa Jipang, dan Desa Ngloram, Kecamatan Cepu, Kabupaten Blora.
Kegiatan yang didukung penuh oleh Badan Kerja Sama (BKS) PI Blok Cepu itu, selain menjaga kelestarian Budaya Bengawan, juga untuk memunculkan potensi tumbuhnya UMKM di wilayah bantaran sungai Bengawan.
Perwakilan dari BKS sekaligus Direktur PT BPH Blora, Heri Slamet Haryadi mengatakan, tujuan utama dari digelarnya festival ini, adalah kelestarian Kebudayaan Bengawan. Lebih tepatnya, memunculkan kembali Budaya Bengawan dan melestarikan keberadaannya.
“Ini waktunya menunjukan dan melestarikan Kebudayaan Bengawan yang telah lama dilupakan,” ucap Heri.
Heri menegaskan, Seni Sandur Bojonegoro, Seni Jedor Bengawan, Seni Kentrung Bengawan, dan Seni Barongan Blora, secara literatur dan sejarah, terbukti sebagai kesenian Islam yang tumbuh di lingkungan Bengawan Blora dan Bojonegoro.
“Karena itu, tugas kita saat ini adalah kembali melestarikannya,” imbuh Heri.
Heri menambahkan, selain melestarikan Kebudayaan Bengawan, festival ini juga untuk menstimulus tumbuhnya potensi UMKM di wilayah bantaran Bengawan. Menurutnya, festival ini terbukti mampu membangkitkan keberadaan UMKM warga sekitar.
“Ini terbukti, ratusan pedagang dalam festival mengaku senang karena dagangannya laris manis,” ucapnya.
Sementara itu, Ahmad Wahyu Rizki, anggota Komunitas Bhumi Budaya menambahkan, festival Candra Benawa juga menjadi bukti penting bahwa kebudayaan itu lahir dan tumbuh sebagai aset milik masyarakat.
Budaya Bengawan lahir dan tumbuh sebagai nadi hidup Masyarakat Bengawan. “Festival ini telah mengembalikan budaya ke tangan pemiliknya, yaitu Masyarakat Bengawan Bojonegoro dan Blora,” ujar Rizky.
Rizky menambahkan, Masyarakat Bengawan (Blora – Bojonegoro) adalah masyarakat berkebudayaan. Menurutnya, di sanalah tempat lahir tradisi Islam Kebudayaan. Karena itu, menurut dia, sudah sepantasnya Kebudayaan Bengawan kembali dilestarikan Masyarakat Bengawan. [lus/aje]