More

    Sering Masuk Angin, Pensiunan Pabrik Kertas di Mojokerto Ini Malah Sukses Geluti Kerajinan Kulit

    Mojokerto (beritajatim.com) – Berawal sering masuk angin saat bekerja, siapa sangka warga Dusun Kedung Bendo, Desa Gemekan, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto ini sukses mengeluti bisnis kerajinan kulit sapi. Lembaran kulit sapi ini ditangan Sadzily (57) disulap menjadi berbagai macam kerajinan.

    Hasil karya mulai dari jaket, sepatu, sandal, dompet, sepatu sampai tempat korek api. Suami dari Masruhatin (53) ini, mulai mengeluti bisnis kerajinan kulit sapi sejak tahun 2002 lalu saat bekerja di salah satu pabrik kertas terbesar di Sidoarjo. Semua berawal dari ia sering masuk angin saat bekerja.

    “Saya kan ambil shif malam, pagi sampai sore biar bisa kerja yang lain. Nyambi istilahnya, karena kerjanya malam terus jadi sering masuk angin. Teman-teman saya menyarankan agar saya pakai jaket kulit, saya denger saran teman-teman dan benar setelah saya pakai jaket kulit tidak lagi masuk angin,” ungkapnya, Selasa (9/7/2024).

    Bapak tiga anak ini menuturkan, dari kebiasaannya memakai jaket kulit tersebut kemudian ia desain dan jahit sendiri jaket kulit dari bahan jaket bekas dari luar negeri. Namun ternyata jaket buatannya justru diminati teman-teman kerjanya sehingga ia mulai membuat jaket kulit untuk dijual.

    “Modal awal itu jual sepeda motor pada tahun 2003, laku tidak sampai Rp3 juta. Saya belikan bahan baku semua karena saat ini banyak yang pesan jaket kulit. Ya teman-teman pabrik yang pesan, sebenarnya saya sendiri tidak bisa jahit jadi saya yang desain kemudian ada yang bagian jahit. Saat itu lagi banyak-banyak pesanan,” katanya.

    Dalam satu bulan, ia mampu memenuhi pesanan sampai 50 buah jaket kulit. Sadzily menekuni pembuatan jaket kulit selama 17 tahun, sekira tahun 2019 ia kemudian berinovasi dengan membuat jenis kerajinan lainnya. Seperti sepatu, sandal, dompet, berbagai model tas dan tempat korek api.

    “Saya ambil bahan baku kulit sapi dari Sidoarjo, untuk bahan jaket saya ambil jaket second dari Korea karena bahannya bagus, masih bisa direparasi. Hampir 70 persen masih bisa diambil, untuk jaket memang tidak dari bahan baku berupa lembaran kulit tapi jaket second saya ambil yang masih bagus, saya desain kemudian jahit,” ujarnya.

    Sejak pensiun dari pabrik kertas setahun lalu, ia mulai fokus dalam bisnis kerajinan kulit sapi miliknya. Meski diakui bisnis yang digelutinya untuk kalangan menengah ke atas sehingga omzet per bulan tidak bisa ditentukan. Ditambah kerajinan kulit sapi tidak mengenal musim sehingga omzet setiap bulan tidak bisa dipastikan.

    “Saya tidak punya toko, ya di rumah saya buat bengkel sekaligus galery untuk memamerkan barang-barang yang saya jual. Saya tidak memasarkan secara online karena bersaing dengan barang imitasi, konsumen juga lebih senang langsung melihat barang jadi saya hanya mencantumkan alamat di google map. Berharap ada konsumen kesasar,” urainya.

    Menurutnya, kerajinan sepatu dan sandal miliknya saat ini mulai agak sepi karena persaingan harga di pasaran meski harga sepatu dan sandal miliknya lebih murah. Namun untuk kerajinan tas yang ia tekuni sejak dua tahun lalu masih bisa bertahan lantaran banyaknya model dan ia terus mengikuti trend saat ini serta membuat sesuai desain konsumen.

    “Harga lihat bahan dan desain. Model sesuai permintaan konsumen dan mengikuti trend. Untuk sepatu sandal, saya sudah punya nama Sadzily Style tapi untuk tas dan jaket belum karena beda barang, beda nama jadi belum mengurus nama. Saya juga menerima permak baik jaket maupun tas,” jelasnya.

    Ia mengaku daya beli masyarakat Mojokerto rendah terhadap kerajinan kulit sapi. Ia mengaku justru banyak konsumen dari luar Mojokerto, seperti Pulau Bali, Sumatra hingga Sulawesi. Ia mengaku selalu ada stok kulit sapi sebagai antisipasi jika ada pesanan sewaktu-waktu.

    “Iya saya stok lembaran kulit sapi, ini segini ada Rp42 juta. Nggak tahu kapan balik modal karena memang tidak bisa diprediksi, berharap ada orang yang nyasar ke sini dan pesan. Jaket, saya jual mulai Rp1,1 juta sampai Rp1,2 juta, sepatu dijual Rp400 ribu sampai Rp500, sandal dijual Rp125 ribu sampai R0150 ribu,” paparnya.

    Takmir Masjid Al Ittihad menambahkam, untuk tas rangsel dijual Rp600 ribu, tas slempang dijual dengan harga Rp180 ribu sampai Rp225 ribu. Tas tangan dijual Rp180 ribu sampai Rp200 ribu, dompet dijual Rp50 ribu sampai Rp100 ribu dan tempat korek Rp10 ribu. [tin/aje]

    Source link