Empat tahun sebelumnya, dunia menyaksikan Ronaldo yang kosong dan nyaris tak berdaya di final Piala Dunia 1998. Malam itu, di Prancis, il Fenomeno seolah menghilang di balik bayang-bayang trauma dan cedera. Brasil kalah dan Ronaldo pulang dalam diam. Namun, empat tahun berselang, tepatnya tanggal 30 Juni 2002, di Yokohama, Ronaldo berdiri lagi di final Piala Dunia. Kali ini, tubuhnya sehat, matanya tajam, dan hatinya siap untuk menebus segala luka. Lawannya adalah Jerman, tim yang tidak terkalahkan sepanjang turnamen, dengan Oliver Kahn sebagai penjaga gawang yang tangguh. Setelah peluit akhir berbunyi, Brasil keluar sebagai pemenang dengan skor 2-0. Ronaldo mencetak kedua gol Brasil di laga tersebut dan tak bisa menahan air matanya saat memeluk staf pelatih di pinggir lapangan. Itu bukan air mata kesakitan, melainkan air mata kelegaan karena akhirnya ia bisa berdamai dengan takdir. Malam itu, di bawah langit Yokohama, menjadi sebuah malam penebusan baginya.