Jakarta, CNBC Indonesia – Indonesia masih kekurangan 29 ribu dokter spesialis. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan hitung-hitungan di balik fakta tersebut saat menghadiri peluncuran Pendidikan Dokter Spesialis berbasis Rumah Sakit Pendidikan sebagai Penyelenggara Utama di halaman Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita, Kota Jakarta Barat, Senin (6/5/2024).
Awalnya, BGS mengatakan, selama 79 tahun Indonesia Merdeka, masih ada satu masalah yang tidak pernah bisa diselesaikan, yaitu distribusi dokter yang tidak merata. “Oleh karena itu, Kemenkes membuat kebijakan, kita melakukan rencana 15 tahun ke depan dengan bantuan IHME (The Institute for Health Metrics and Evaluation) yang ada di Seattle yang menghitung burden of disease di seluruh dunia yang membantu pemerintah UEA dan Singapura untuk menghitung kebutuhan dokter spesialis di level kabupaten/kota berdasarkan pola demografis dan pola epidemiologis,” katanya.
Dia lantas mencontohkan, penghitungan terhadap Yogyakarta dan Bali berbeda. Sebab, populasi Yogyakarta dominan tua, sedangkan populasi dominan muda. “Itu sudah hitung, kita sudah selesai sehingga kita tahu kita memiliki 29 ribu gap dokter spesialis yang kita harus distribusi sampai level kabupaten/kota dan ini akan secara dinamis kita hitung,” ujar BGS.
Dia pun mengatakan, Kemenkes memberikan afirmasi bagi semua dokter umum yang mau jadi dokter spesialis di daerah. Sekarang hampir sebagian besar dari lulusan dokter spesialis berasal dari kota. “Karena memang akses dokter spesialis dari daerah sulit sekali untuk lulus, masuk, dan diterima, persentasenya sangat kecil. Oleh karena itu, kita melakukan program afirmasi kebijakan kedua untuk rumah sakit pendidikan kalau kita mendidik afirmasinya diberikan kepada mereka,” kata BGS.
Kebijakan ketiga, menurut dia, tidak lepas dari kebijakan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Azwar Anas. Sebab, semua lulusan dokter spesialis dari daerah-daerah tertinggal langsung diangkat menjadi pegawai negeri sipil.