Jakarta, CNBC Indonesia – Jepang tengah mengalami masalah krisis populasi. Semakin banyak warga yang menua dan meninggal, sementara generasi mudanya semakin enggak menikah, apalagi melahirkan anak.
Pemerintah Jepang sudah putar otak untuk mengatasi masalah ini dengan memberikan rupa-rupa insentif dan kemudahan lainnya agar warganya mau menikah dan punya anak. Yang terbaru, Negeri Sakura meluncurkan aplikasi kencan yang dikelola oleh pemerintah Kota Tokyo.
Pejabat setempat menyebut bahwa aplikasi ini sedang dalam tahap pengujian awal dan akan beroperasi penuh pada akhir tahun ini.
“Silakan gunakan aplikasi ini sebagai ‘langkah pertama’ untuk memulai perjalanan menuju pernikahan,” kata situs web aplikasi tersebut, seraya menambahkan bahwa sistem perjodohan AI disediakan oleh Pemerintah Metropolitan Tokyo.
Pengguna diminta untuk mengikuti “tes diagnostik” tetapi ada juga opsi untuk memasukkan sifat-sifat yang diinginkan dari pasangan masa depan.
Untuk menggunakan aplikasi ini, Anda harus berstatus lajang dan berusia minimal 18 tahun serta memiliki keinginan untuk menikah, dan tinggal atau bekerja di Tokyo, kata situs web tersebut.
Aplikasi kencan tersebut juga mencantumkan langkah-langkah pemerintah lainnya untuk mendukung pasangan – seperti memberikan informasi mengenai keseimbangan kehidupan kerja, perawatan anak dan dukungan perumahan, partisipasi laki-laki dalam pekerjaan rumah tangga dan mengasuh anak, serta konseling karir.
Gambaran krisis populasi di Jepang
Mengutip CNN Internasional, Jepang hanya mencatat 727.277 kelahiran bayi pada tahun lalu, menurut data baru yang dirilis Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kesejahteraan pada Jumat kemarin. Tingkat kesuburan, yang didefinisikan sebagai jumlah total kelahiran yang dialami seorang perempuan sepanjang hidupnya, turun dari 1,26 menjadi 1,20.
Agar populasi negara tetap stabil, diperlukan tingkat kesuburan sebesar 2,1. Jumlah di atas akan menyebabkan peningkatan populasi, seperti yang terlihat di India dan banyak negara Afrika.
Namun di Jepang, tingkat kesuburan berada jauh di bawah angka stabil selama setengah abad, kata para ahli. Tingkat kesuburan terus anjlok setelah krisis minyak global tahun 1973 mendorong perekonomian ke dalam resesi, dan tidak pernah pulih.
Parahnya, tren penurunan ini semakin cepat dalam beberapa tahun terakhir. Jumlah kematian sudah melebihi jumlah kelahiran setiap tahunnya. Hal inilah menyebabkan penurunan total populasi, yang dampaknya sangat besar terhadap pasar tenaga kerja, perekonomian, sistem kesejahteraan, dan tatanan sosial di Jepang.
Pada tahun 2023, negara ini mencatat 1,57 juta kematian, menurut Kementerian Kesehatan – lebih dari dua kali lipat jumlah kelahiran.
Sayangnya, Jepang juga kurang beruntung dalam hal perkawinan. Jumlah pernikahan turun sebanyak 30.000 tahun yang lalu, sementara jumlah perceraian meningkat.
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
8 Resep Panjang Umur dari Dokter Jepang Usia Nyaris 100 Tahun
(hsy/hsy)