Jakarta, CNBC Indonesia – Platform tiket acara (event) asal Indonesia, LOKET.com buka suara terkait Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang resmi meluncurkan Layanan Digital Izin Penyelenggaraan Event pada Senin (24/6/2024) kemarin.
CEO LOKET, Bagus Utama mengaku bahwa pihaknya gembira atas diluncurkannya Layanan Digital Izin Penyelenggaraan Event. Menurutnya, layanan yang menggunakan sistem Online Single Submission (OSS) ini dapat menjadi jawaban atas kendala yang terjadi di Indonesia selama proses perizinan penyelenggaraan acara, terutama konser.
Bagus mengungkapkan, masalah utama yang dihadapi oleh para penyelenggara alias promotor selama ini adalah sulitnya mendapatkan kepastian, seperti izin diajukan kepada instansi apa saja, waktu maksimal pengajuan izin, hingga besaran biaya yang harus digelontorkan untuk melaksanakan satu acara.
“LOKET sangat optimis dan gembira [atas peluncuran digitalisasi izin] karena sangat berharap besar, nih, terhadap suksesnya implementasi dari perizinan online event ini,” kata Bagus kepada CNBC Indonesia, Selasa (25/6/2024).
“Karena dengan adanya perizinan yang satu pintu itu bisa membuat proses pelaksanaan event jadi lebih mudah, lebih gampang, lebih cepat, dan pastinya lebih pasti,” sambungnya.
Lebih lanjut, Bagus mengatakan bahwa digitalisasi perizinan penyelenggaraan acara ini berpotensi mampu meningkatkan citra Indonesia di mata dunia untuk mengadakan acara-acara besar, terutama yang mengundang tokoh internasional, seperti musisi.
“Dengan ini mereka (manajemen musisi internasional) bisa semakin percaya bahwa proses birokrasi di Indonesia sudah selangkah lebih maju dibanding sebelum-sebelumnya,” ujar Bagus.
Menurut Bagus, salah satu penyebab Indonesia kalah saing dari negara tetangga, seperti Singapura dalam hal mengundang musisi internasional untuk konser selama ini adalah sulitnya perizinan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Tak hanya itu, kendala tersebut juga membangun stigma negatif di tengah kalangan manajemen musisi internasional.
“Stigma yang selama ini terbangun bagi mereka adalah ‘Eh, Indonesia, tuh, susah perizinannya. Tidak ada kepastian,’ gitu. Karena mereka kalau ada yang satu mengalami, yang lain pasti akan dengar. Begitu, tuh, kalau di artis luar,” ungkap Bagus.
“Misalnya, kayak ada artis yang mengalami perpindahan tempat, itu jadi rumor di kalangan mereka, tuh. ‘Oh Ternyata Indonesia bisa, loh, dari tempat A pindah ke tempat Bu karena promotornya enggak dapat izin,’,” lanjutnya.
Bagus mengungkapkan, rumitnya proses perizinan event di Indonesia tidak hanya berdampak negatif bagi promotor, tetapi juga bagi pihak ketiga yang mendukung pelaksanaan acara, seperti LOKET sebagai pihak ticketing.
“Misalnya, kita sudah siap-siap, nih, untuk melakukan pengumuman, kita sudah bicara dengan media partner, sudah menyiapkan konten promosinya, tiba-tiba izinnya belum keluar, mundur. Jadi waktunya kita mundur lagi,” cerita Bagus.
Foto: Konser Coldplay di SUGBK, Senayan, Jakarta, Rabu (15/11/2023) malam. (Tripa Ramadhan/detikcom)
Konser Coldplay di SUGBK, Senayan, Jakarta, Rabu (15/11/2023) malam. (Tripa Ramadhan/detikcom) |
“Nah, terus ada juga yang misalnya ‘Oh ternyata izinnya venue-nya enggak boleh di sini, berubah ke sini,’. Ya sudah, berarti, kan, kita harus bongkar lagi dari sisi kapasitasnya, pengalokasian kategorinya, pintu masuknya. Dari yang harusnya scan tiketnya di pintu ini ada 10, tiba-tiba di sana cuma ada lima,” lanjutnya.
Berkaitan dengan baru diluncurkannya sistem ini, Bagus berharap pemerintah terus konsisten melakukan evaluasi dan pembaruan. Selain itu, Bagus juga meminta pemerintah untuk ketat dan selektif dalam memberikan izin penyelenggaraan acara yang diajukan promotor.
Menurut Bagus, digitalisasi izin ini berpotensi melahirkan banyak promotor dan event baru. Meskipun merupakan hal positif, Bagus khawatir banyaknya promotor yang tidak berkompeten dapat merusak citra industri hiburan di Tanah Air. Terlebih, promotor adalah bisnis yang berisiko tinggi dan banyak contoh kasus acara gagal akibat promotor yang tidak berkompeten.
“Nah, saya berharap itu sebenarnya salah satu fitur OSS ke depan adalah bisa mem-filter promotor-promotor baru yang ingin masuk ke dalam dunia event untuk mereka mengerti mengenai resiko,” tegas Bagus
“Bisa mem-filter, ya, supaya enggak banyak event yang tiba-tiba batal atau di tengah jalan itu ada masalah karena belum bayar artis. Nah, itu kan memberikan dampak buruk terhadap pertumbuhan industri ini,” lanjutnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi meluncurkan Layanan Digital Izin Penyelenggaraan Event di The Tribrata, Jakarta Selatan, Senin (24/6/2024). Melalui sistem ini, Jokowi menjamin para promotor atau penyelenggara acara dapat memperoleh izin pelaksanaan dalam waktu yang “kilat”.
Jokowi mengaku geram melihat masalah yang terjadi dengan penyelenggaraan acara berskala nasional dan internasional di Indonesia. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu mengatakan, masalah utama penyelenggaraan acara di Tanah Air adalah kepastian izin yang tidak diberikan jauh sebelum hari pelaksanaan.
Selain itu, Jokowi juga menyebut bahwa proses pengajuan pelaksanaan acara di Indonesia “ruwet” alias sulit akibat banyaknya izin yang harus diajukan kepada sejumlah pihak. Menurutnya, hal itulah yang membuat Indonesia kalah saing dengan negara lainnya, terutama Singapura.
“Kenapa, sih, selalu yang menyelenggarakan adalah Singapura? Ya, karena kecepatan melayani dalam mendatangkan artis-artis tadi. Dukungan pemerintah baik itu kemudahan akses, keamanan, dan lain-lainnya,” kata Jokowi.
“Singapura dapat empat hari, penuh. Tambah lagi jadi lima hari, penuh. Tambah lagi jadi 6 hari. Sekali lagi yang nonton itu separuh adalah dari Indonesia, saya pastikan lebih dari separuh dari Indonesia karena di sini tiketnya baru 20 menit saja sudah habis. Namun mau tambah enggak bisa. Kenapa? Saya tanya ke penyelenggara karena memang urusan perizinan kita ruwet,” sambungnya.
Jokowi kemudian memberikan contoh contoh penyelenggaraan MotoGP di Mandalika, Nusa Tenggara Barat. Meskipun dampak ekonomi yang diberikan ajang olahraga itu begitu besar, yakni mencapai Rp4,3 triliun, menyerap 8.000 tenaga kerja, dan melibatkan 1.000 pelaku UMKM, proses perizinan di baliknya ternyata sangat sulit.
“Saya tanya bagaimana perizinan, lemes saya. Ternyata ada 13 izin yang harus diurus, tapi namanya bukan perizinan, namanya surat rekomendasi. Sebetulnya sama saja perizinan itu, hanya diganti nama saja, dihaluskan menjadi surat rekomendasi. Ada namanya surat pemberitahuan, tapi namanya itu izin,” kata Jokowi.
Sementara itu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf RI), Sandiaga Uno menjamin bahwa pemerintah tidak akan terlambat dalam mengeluarkan izin event setelah peluncuran Layanan Digital Izin Penyelenggaraan Event. Sandiaga mengaku bahwa saat ini pemerintah tidak menyiapkan jaminan khusus berupa kompensasi yang akan diberikan kepada penyelenggara acara, seperti promotor jika terjadi keterlambatan pemberian izin. Sebab, pemerintah akan berupaya semaksimal mungkin agar waktu pengeluaran izin sesuai dengan panduan yang ada.
“Per hari ini karena kita memulai dan nanti akan meninjau pada setiap periode evaluasi maka kita terpacu untuk memberikan izin sesuai dengan guidelines (panduan) [izin dikeluarkan dalam jangka waktu] 14 hari dan 21 hari,” kata Sandi usai temu media “Weekly Brief with Sandi Uno” di Jakarta, Senin (24/6/2024)
“Ini yang harus kita patuhi. Jangan sampai nanti kita sudah langsung berpikir ada keterlambatan sehingga tidak bisa memastikan keluarnya izin dari setiap konser karena sangat memengaruhi promosi hingga persiapan venue,” sambungnya.
Sandi menegaskan, satu-satunya jaminan yang akan diberikan pemerintah kepada para promotor adalah izin penyelenggaraan acara yang keluar tepat waktu, yakni 14 hari sebelum hari H bagi tingkat nasional dan 21 hari sebelum hari H untuk tingkat internasional.
“Jaminannya kita akan keluarkan 14 hari dan 21 hari. Ini semua kita perintahkan semua jajaran untuk memastikan dalam 14 hari sampai 21 hari itu izin keluar,” tegas Sandi.
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Kemenpar: Warga RI Habiskan Rp369 Triliun untuk Libur Lebaran
(rns/rns)