Generasi Z (Gen Z) memiliki hubungan yang unik dengan media sosial. Meski aktif dan kreatif di dunia maya, banyak dari mereka kerap memutuskan untuk tiba-tiba menonaktifkan akun media sosialnya untuk sementara. Ada beberapa alasan utama di balik fenomena “deactive” akun tersebut.
Pertama, alasan kesehatan mental. Tekanan untuk tampil sempurna di media sosial sering kali berdampak pada kesehatan mental. Gen Z merasa perlu mengambil jeda untuk mengurangi kecemasan, stres, atau bahkan perasaan rendah diri. Deaktivasi akun menjadi salah satu cara untuk detoksifikasi dari beban ini.
Kedua, overload informasi. Di era digital, banjir informasi tidak bisa dihindari. Gen Z merasa kewalahan dengan notifikasi, berita, atau konten yang terus mengalir tanpa henti. Untuk mengatasi “information overload” mereka memilih untuk berhenti sementara dari platform sosial.
Ketiga, kebutuhan privasi. Gen Z mulai sadar akan pentingnya menjaga privasi. Ketakutan terhadap penyalahgunaan data atau rasa tidak nyaman karena terlalu terekspos sering menjadi alasan mereka menonaktifkan akun.
Keempat, fokus pada kehidupan nyata. Banyak Gen Z merasa media sosial mengganggu fokus mereka terhadap pendidikan, pekerjaan, atau hubungan personal. Dengan menonaktifkan akun, mereka dapat lebih konsentrasi pada hal-hal yang lebih produktif. Hal ini juga membantu mereka menghindari drama sosial yang sering terjadi di media sosial.
Terakhir, eksperimen identitas digital. Gen Z suka bereksperimen dengan identitas mereka. Menonaktifkan akun dapat menjadi cara untuk “menghapus” persona lama dan memulai dengan perspektif baru.
Fenomena deaktivasi akun media sosial di kalangan Gen Z menunjukkan bahwa meski media sosial penting, jeda digital diperlukan untuk menjaga kesehatan mental, privasi, dan fokus hidup.