Tulisan yang saya diterima untuk menjadi seorang prajurit adalah, “rame ing gawe, sepi ing pamrih”. Melakukan pengabdian yang banyak, jangan menuntut pamrih. Prajurit sejati melakukan sesuatu untuk kebanyakan orang, untuk negaranya, bukan untuk dirinya sendiri. Semakin dihina, semakin banyak memaafkan. Semakin difitnah, semakin tenang, bukan semakin marah. Prajurit sejati tidak mengenal kata dendam. Prajurit sejati harus bisa membela diri, keluarga, lingkungan, dan negara. Bukan mengancam, menindas, atau menyakiti hati orang. Prajurit sejati mengobati yang sakit, bukan menimbulkan kesakitan atau penderitaan. Prajurit sejati berbuat untuk orang banyak, berbuat untuk negaranya, tidak untuk dirinya sendiri. Prajurit sejati tak kenal kata dendam. Prajurit sejati harus bisa membela diri, keluarga, lingkungan, dan negara.
Bangsa yang kuat dan besar adalah bangsa yang tidak melupakan sejarahnya sendiri. Saat membaca bab sebelum ini, anda mungkin tercengang melihat kegagahan para pendahulu kita. Di sepanjang sejarah Indonesia yang telah berlangsung ratusan tahun, banyak muncul pemimpin-pemimpin tangguh, pendekar-pendekar pembela rakyat dan keadilan, tokoh-tokoh pejuang yang berani melawan penjajahan dan dominasi bangsa lain. Mereka adalah tokoh-tokoh yang berani, jujur, tanpa pamrih dalam membela keadilan dan kebenaran. Mereka menghidupkan sikap pendekar. Pendekar, kalau melihat ada pihak yang menebarkan kebencian, fitnah, kepadanya, tidak dibalas dengan sikap yang sama. Pendekar tidak balas fitnah dengan fitnah, tidak balas kebencian dengan kebencian. Pendekar, semakin merasa benar, semakin menghormati orang lain, pihak lain. Kalau kita menghidupkan sikap pendekar, kalau orang lain menghormati kita, kita balas menghormati. Mungkin mereka tidak hormat pada kita, kita tetap menghormati.
Pada saat pengabdian kepada negara dan bangsa, kita harus mengalahkan perasaan pribadi kita. Dalam hal ini, kita bisa belajar dari sejarah Jepang mengenai Hideyoshi yang selalu mau berunding dan menjaga perdamaian. Dia mengatakan bahwa jika perang terjadi, akan ada banyak korban dan keduanya menghormati negara mereka. Hal ini juga ditemukan dalam cerita Abraham Lincoln yang mengajak lawan-lawannya masuk kabinet karena mereka sama-sama mencintai Amerika Serikat.
Sikap-sikap pendekar ini diajarkan secara turun temurun di setiap perguruan pencak silat di Indonesia. Hal ini juga ditemukan dalam buku “Swordless Samurai” karya Kitami Masao dan “Warrior of the Light” karya Paulo Coelho. Seorang pendekar menjauh dari jalan yang gelap, penuh keserakahan, kedengkian, iri hati, fitnah, kekejaman, dan kecurangan. Akan tetapi, seorang pendekar tidak sempurna – ia menerima hal ini dan selalu berusaha untuk tumbuh dan belajar.
Seorang pendekar kebenaran adalah seorang yang percaya. Karena ia percaya pada keajaiban, terjadilah keajaiban. Karena ia percaya pemikirannya bisa mengubah hidupnya, hidupnya berubah. Seorang pendekar tidak bisa menunduk…