Pemerintah menggalakkan peran perguruan tinggi di Indonesia untuk menjadi pusat riset dan inovasi yang terhubung langsung dengan kebutuhan industri. Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Brian Yuliarto, menyampaikan hal ini dalam Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia (KSTI) 2025 di ITB, Kota Bandung. Menurut Brian, riset dan pengembangan di kampus harus memberikan kontribusi nyata bagi ekonomi dan industri nasional, bukan sekadar berhenti di laboratorium.
Dalam konvensi tersebut, lebih dari seribu ilmuwan dan peneliti dari seluruh Indonesia serta 400 produk riset dipamerkan. Pemerintah berharap hasil riset tersebut tidak hanya menjadi prototipe, tetapi mampu berkembang menjadi produk industri berskala massal. Brian menekankan pentingnya riset yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional agar riset dan tenaga kerja kampus sejalan dengan kebutuhan industri.
Melibatkan kampus, industri, dan pemerintah, Konvensi KSTI 2025 menjadi kunci dalam menggerakkan kemandirian teknologi Indonesia. Dirjen Riset dan Pengembangan Kemendiktisaintek, Fauzan Adziman, menambahkan bahwa pemerintah sedang mengintegrasikan peta jalan riset dengan program pembangunan ekonomi. Fokusnya adalah pada delapan sektor strategis seperti energi, pertahanan, digitalisasi, kesehatan, pangan, dan lainnya.
Rektor ITB, Tatacipta Dirgantara, turut menyoroti pentingnya insentif pajak sebagai dorongan bagi industri dalam mendanai riset. Kebijakan tax deduction tiga kali lipat untuk industri yang terlibat dalam penelitian dianggap sebagai langkah konkret yang perlu digalakkan. Sebagai tuan rumah KSTI 2025, ITB menandatangani nota kesepahaman dengan mitra strategis, seperti Pertamina dan PT Bindan, untuk mengembangkan produk riset ke tahap industri. Langkah ini diharapkan dapat memperkuat ketahanan energi nasional dan menciptakan industri baru berbasis sains.