Dari hampir 8 miliar penduduk bumi, orang keturunan Tionghoa mencakup 18% populasi atau sekitar 1,4 miliar jiwa. Ini belum mencakup kaum peranakan Tionghoa yang tersebar dan sudah berasimilasi dengan kebudayaan lokal di seluruh dunia. Tentu jika ditotal sudah pasti akan melebihi 1,4 miliar jiwa. Lantas, kenapa hal ini bisa terjadi? Jawabannya adalah karena mereka punya tradisi berkelana dan bermigrasi. Dalam sejarah modern, bukti awal dan paling ikonik dari hal ini adalah keberadaan Jalur Sutra.
Jalur Sutra pertama kali berdiri pada 130 SM yang menghubungkan Asia Timur dengan Mediterania. Lewat jalur ini, pedagang-pedagang China menjual komoditasnya ke Timur Tengah dan Eropa. Salah satu bukti kesohoran pedagang China adalah adanya ungkapan terkenal dari jazirah Arab yang berbunyi “Tuntutlah Ilmu Sampai ke Negeri China”. Konon, ungkapan tersebut adalah hadist atau perkataan Nabi Muhammad SAW yang dikisahkan kembali oleh para sahabatnya. Jika benar Nabi Muhammad yang hidup tahun 534-632 Masehi berkata demikian, tentu saja China sudah punya reputasi baik di mata orang Arab.
Menurut Yang Fuchang dalam “China-Arab Relations in the 60 Years’ Evolution” (Journal of Middle Eastern and Islamic Studies, 2018), hadirnya ungkapan tersebut mengindikasikan bahwa China telah dianggap memiliki kejayaan besar di jazirah Arab pada saat itu. Selain itu, selama membentang 4.000 km, Jalur Sutra juga tidak hanya untuk berdagang, tetapi juga sebagai tempat bermukim. Karena berfungsi sebagai tempat bermukim, terjadi interaksi dengan penduduk lokal yang melahirkan generasi baru yang keturunan China. Hal ini juga terjadi di daerah lain, seperti rute perdagangan China ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Interaksi ini kelak melahirkan kawasan-kawasan pecinan di seluruh dunia yang membuat mereka ada dimana-mana.
Sejarawan Zhuang Guotu mencatat migrasi besar-besaran penduduk China terjadi dalam dua babak. Pertama, pada abad ke-16. Penyebabnya karena mereka dibutuhkan oleh dunia seiring masifnya kolonialisme oleh negara-negara Eropa. Orang China dibutuhkan tenaga dan pikirannya untuk menjadi pekerja atau pedagang di negeri orang. Salah satu yang membutuhkan adalah Gubernur Jenderal VOC, J.P Coen. Saat mendirikan Batavia, Coen ingin orang China menjadi pengisi wilayah. Coen menganggap orang China punya etos kerja yang baik dibanding pribumi. Atas dasar inilah, terjadi migrasi besar orang China ke Batavia. Kedua, migrasi pada pertengahan abad ke-19. Pada babak kedua, alasan orang China bermigrasi dipicu oleh tingginya permintaan pekerja China oleh negara-negara Barat yang mulai menghapuskan penggunaan budak kulit hitam. Selain itu pula, di babak kedua ini, migrasi juga didasari oleh dinamika politik internal dan bencana alam. Kedua hal ini membuat orang-orang China terpaksa bermigrasi dan memulai hidup baru di negeri orang.