Jepang adalah salah satu negara yang menjadi panutan bagi sebagian besar masyarakat dunia. Sebab, warga jepang terkenal memiliki tingkat kedisiplinan yang sangat tinggi dan sejahtera.
Namun, tidak sedikit orang yang menyangka bahwa banyak masyarakat lanjut usia (lansia) Jepang yang berujung nasib di balik jeruji besi akibat aksi kriminalitas. Bahkan, jumlah lansia di penjara Jepang diklaim meningkat drastis.
Tingginya harapan hidup di Negeri Matahari Terbit itu memicu timbulnya fenomena lansia yang terlibat dalam aksi kriminalitas. Diketahui, angka harapan hidup di Jepang mencapai 83 tahun atau di atas rata-rata dunia, yakni 73 tahun.
Kondisi ini diperburuk dengan tingginya jumlah lansia di Jepang. Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik Jepang, pada 2021 lalu terdapat 36,3 juta atau 28,95 persen warga berusia 65 tahun ke atas atau satu lansia dari setiap empat orang.
Bahkan, 90 ribu centenarian atau manusia langka berumur 100-an tahun berada di Jepang. Proporsinya menjadi rekor tertinggi di dunia, yakni per 100.000 orang terdapat 54 centenarian.
Sayangnya, kehidupan masa tua di Jepang tidak diiringi dengan kualitas hidup yang membaik. Saat sudah tidak lagi produktif, para lansia harus berhadapan dengan biaya hidup yang mahal, biaya pelayanan kesehatan yang tinggi, serta rasa kesepian akibat ditinggal keluarga.
Kondisi itu pun mendorong mereka untuk berlaku kriminal. Menurut laporan pemerintah pada 2021 yang dikutip The Economist, jumlah pelaku kriminal di atas usia 65 tahun telah meningkat lebih dari dua kali lipat selama 20 tahun terakhir. Menurut laporan Reuters, secara persentase jumlah ini meningkat 7 persen dari satu dekade sebelumnya.
Pada 2006, The Guardian melaporkan bahwa tahanan berusia 60 tahun ke atas berjumlah 28.892 orang atau 12 persen dari keseluruhan tahanan yang berjumlah 80 ribu. Angka ini meningkat drastis dari tahun 2000 yang hanya 9.478 orang.
Menurut laporan BBC International, para lansia di Jepang menganggap bahwa penjara adalah tempat menyambung hidup terbaik. Di balik jeruji besi, mereka bisa memperoleh tempat tinggal, mendapat layanan kesehatan 24 jam, dan kebutuhan hidup dasar dapat terpenuhi.
Contoh kasus, seorang kakek asal Jepang berusia 64 tahun, Toshio Takata, “sengaja” ingin dipenjara agar dijamin oleh pemerintah.
Pada awalnya, Toshio adalah seorang pensiunan yang tinggal seorang diri. Namun, uang pensiun yang didapat tak bisa menutupi besarnya biaya hidup. Setelah berupaya mencari nafkah dan gagal, Toshio putus asa dan memutuskan untuk mencuri sepeda.
Usai mencuri sepeda, ia menyerahkan diri kepada polisi dan selanjutnya dipenjara.
Meski tergolong “kasus kecil”, polisi sangat serius menindaknya. Hasilnya pun sesuai harapan Toshio, yakni dipenjara selama satu tahun.
Setelah bebas dari hukuman satu tahun penjara, Toshio malah “ketagihan” untuk hidup di balik jeruji sel. Ia pun kembali melakukan rencana jahat dan berhasil ditindak.
Kali ini, Toshio bahagia karena bisa menghabiskan waktu di penjara lebih lama. Pada hukuman kedua, polisi menghukum Toshio delapan tahun penjara karena melakukan pengancaman dengan senjata.