More

    Birgadir Jenderal TNI (Purn) Aloysius Benedictus Mboi

    Oleh: Prabowo Subianto [diambil dari Buku Kepemimpinan Militer 1: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto]

    Saya bertemu dengan Dokter Ben Mboi setelah beliau pensiun. Beliau pensiun dari karier militer dan juga sebagai gubernur Nusa Tenggara Timur. Di kalangan TNI, beliau dikenal sebagai seorang dokter militer yang ikut terlibat dengan pasukan baret merah (RPKAD) yang ditugaskan di Merauke selama operasi pembebasan Irian Barat. Saat itu, komandan kompi yang ditugaskan adalah Kapten Benny Moerdani yang kemudian menjadi Menhan dan Pangab pada tahun 1980-an. Pak Ben Mboi adalah dokter yang berada di kompinya Pak Benny Moerdani yang ikut terjun dalam operasi di Merauke.

    Selama beberapa pertemuan dengan Pak Ben Mboi, beliau menceritakan beberapa kisah menarik. Salah satunya adalah kisah saat menaiki pesawat Hercules untuk terjun di Irian Barat. Saat itu, Panglima Komando Mandala, Mayor Jenderal TNI Soeharto yang kemudian menjadi jenderal dan akhirnya Presiden Republik Indonesia, yang melepas mereka. Pak Ben Mboi menceritakan bahwa saat pasukan yang dipimpin Pak Benny Moerdani, termasuk dirinya yang saat itu berpangkat Letnan Satu, diapelkan di sebelah Pesawat Hercules yang mesinnya sudah bunyi, Pak Harto menyampaikan sambutan yang sangat singkat.

    Menurut Pak Ben Mboi, Pak Harto menyampaikan kata-katanya sebagai berikut: “Sebentar lagi saudara-saudara akan berangkat untuk diterjunkan di daerah Merauke dalam rangka operasi merebut kembali Irian Barat. Dua tim sebelum kalian sudah diterjunkan beberapa minggu lalu dan sampai hari ini tidak ada kontak dengan mereka. Kemungkinan kalian tidak kembali lebih dari 50%. Saya beri waktu tiga menit, kalau ada di antara kalian yang ragu-ragu, yang tidak mau berangkat silakan keluar barisan.”

    Menurut Pak Ben Mboi tidak ada yang keluar barisan. Pak Harto melihat jamnya dan setelah tiga menit memerintahkan semua pasukan agar naik pesawat. Menurut Pak Ben Mboi kepada saya, seandainya Pak Harto memberi lebih dari 5 menit, bisa jadi banyak yang keluar barisan.

    Itulah cerita yang heroik walaupun agak lucu. Dalam hati, mungkin saja banyak dari mereka yang berpikir, “waduh, saya bisa menjadi bagian dari 50% yang tidak kembali bertemu keluarga saya.” Mungkin itulah semangat heroisme saat itu yang melanda seluruh bangsa Indonesia.

    Ada cerita menarik lainnya yang beliau sampaikan setelah pensiun dari jabatan gubernur. Saat itu, anak buah dan stafnya baru menyadari bahwa Pak Ben Mboi tidak memiliki rumah. Mereka pun mulai menggalang dana dan mendapat dukungan dari pemerintah daerah dan beberapa pengusaha lokal untuk membangun rumah untuk Pak Ben Mboi. Faktanya, Indonesia memiliki banyak prajurit hebat yang mengabdikan seluruh karirnya untuk negara dan pensiun tanpa memiliki rumah. Hal ini menunjukkan bahwa mereka tidak melakukan korupsi atau mencari keuntungan pribadi, namun tidak diberi imbalan yang pantas. Karena mereka sangat dihormati oleh bawahan mereka selama bertahun-tahun, para anak buah ini menemukan cara untuk mendapatkan cukup uang untuk membangun rumah untuk komandan mereka setelah komandan mereka pensiun.

    Satu hal pelajaran yang saya terima dari Pak Ben Mboi adalah dia mengatakan: “Prabowo, kalau mau jadi pemimpin yang baik, saya hanya bisa anjurkan 2 hal. Pertama, cintai rakyatmu, dan kedua, gunakan akal sehatmu, kau tidak akan meleset.”

    Itulah yang selalu saya ingat. Sebagai pemimpin, kita harus mencintai rakyat dan anak buah kita. Kemudian, kita harus menggunakan akal sehat, tidak perlu terlalu mengada-ada, karena jika kita menggunakan akal sehat, biasanya pasti akan berhasil. Dari situ, saya ingat pepatah Jawa “Ojo Rumongso Iso, Nanging Iso Rumongso.” Seorang pemimpin tidak harus merasa bisa, tetapi harus bisa merasakan perasaan, penderitaan, dan kebutuhan orang lain. Itu adalah filosofi yang sangat mendalam bagi saya. Kata-kata “Cintai Rakyatmu, Gunakan Akal Sehatmu” dari Pak Ben Mboi, menjadi pegangan saya.

    Source link