Dalam sejarah bangsa kita, kita sering menemui tokoh-tokoh yang tidak mau berkompromi dengan penjajah. Mereka dengan tegas berkata kepada penjajah, “lebih baik hancur daripada dijajah kembali.” Dibutuhkan keberanian, keyakinan, dan semangat prajurit yang siap berkorban jiwa dan raga untuk mengatakan hal seperti ini kepada penyerbu.
Sebelum Gubernur Suryo dan Bung Tomo menyatakan sikap seperti ini kepada Belanda pada tahun 1949, Pattimura pada usia 31 tahun juga menyatakan hal yang sama.
Pattimura lahir pada tahun 1783 di Saparua, Maluku. Pattimura yang memiliki nama asli Thomas Matulessy adalah anak keturunan bangsawan dari Raja Sahulau, sebuah kerajaan di Teluk Seram Selatan.
Sebelum memimpin pergerakan rakyat, Pattimura berpangkat sersan di militer Inggris. Pada tahun 1816, Inggris menyerah kepada Belanda. Belanda kemudian masuk ke tanah Maluku untuk mengendalikan perdagangan rempah-rempah.
Kedatangan kembali kolonial Belanda pada tahun 1817 mendapat tantangan yang keras dari rakyat. Rakyat Maluku bangkit dan memegang senjata di bawah pimpinan Kapitan Pattimura.
Sebagai panglima perang, Kapitan Pattimura merencanakan strategi perang bersama pembantunya. Dalam perjuangan melawan Belanda, ia juga menjalin persatuan dengan kerajaan Ternate dan Tidore, raja-raja di Bali, Sulawesi, dan Jawa.
Pada tanggal 16 Mei 1817, pertempuran yang luar biasa terjadi. Rakyat Saparua di bawah kepemimpinan Pattimura berhasil merebut Benteng Duurstede. Seluruh tentara Belanda yang berada di benteng itu tewas, termasuk Residen Van den Berg.
Pasukan Belanda yang dikirim untuk merebut kembali benteng itu juga dikalahkan oleh pasukan Kapitan Pattimura. Selama tiga bulan, benteng tersebut berhasil dikuasai oleh pasukan Kapitan Pattimura.
Namun, Belanda tidak menyerah begitu saja. Mereka kemudian melakukan operasi besar-besaran dengan mengerahkan pasukan yang lebih banyak dan persenjataan yang lebih modern. Pasukan Pattimura akhirnya kewalahan dan terpaksa mundur.
Pada akhirnya, Kapitan Pattimura berhasil ditangkap oleh pasukan Belanda di rumah di Siri Sori. Bersama beberapa anggota pasukannya, ia dibawa ke Ambon. Meskipun beberapa kali dia dibujuk agar bekerja sama dengan pemerintah Belanda, ia selalu menolak. Akhirnya Pattimura ditangkap dan mengakhiri hidupnya di tiang gantungan pada usia 31 tahun.
Sumber: https://prabowosubianto.com/pejuang-nasional-thomas-matulessy/