Pasang surut perjalanan Sunan Ampel dimulai sejak mendarat di Tuban. Dari ayahanda yang wafat hingga Kerajaan Campa yang mengalami kondisi karut marut menghiasi perjalanan.
Situasi tersebut tak menyurutkan niat Sunan Ampel beserta saudaranya Raden Murtadho untuk berkelana menyiarkan Islam. Tonggak awal kesuksesan Sunan Ampel dimulai saat hijrah dari Majapahit ke Ampeldenta, kini Surabaya.
Merasa kurang nyaman tinggal di Majapahit, lalu ingin kembali ke Campa akibat kerajaan yang mulai melemah menjadi alasan Sunan Ampel disarankan ke Surabaya oleh Brawijaya dan menjabat sebagai syahbandar.
Sunan Ampel disarankan untuk ke Ampeldenta dan diberi tanah perdikan di pesisir Surabaya bukan tanpa alasan. Wilayah tersebut dipilih karena sebelum Sunan Ampel datang, telah ada komunitas Islam di pesisir.
“Di Surabaya sendiri komunitas-komunitas muslim itu sudah sangat banyak. Komunitas-komunitas muslim itu terutama yang juga beretnis arab, cina sudah cukup banyak dan orang-orang lokal,” jelas Wakil Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UINSA.
Syahbandar bukan satu-satunya tugas Sunan Ampel di Surabaya. Membantu memperbaiki situasi para elite Kerajaan Majapahit yang melakukan banyak tindakan tidak beretika juga menjadi bagian tugas Sunan Ampel.
Kondisi kemerosotan itu ditandai dengan banyaknya masyarakat kalangan elite yang melakukan korupsi hingga hidup bermewah-mewahan. Hal tersebut terjadi saat Majapahit dalam kondisi lemah.
Meskipun saat itu Kerajaan Majapahit menganut kepercayaan Hindu Siwa, Brawijaya tak keberatan untuk mempercayakan tugas berat kepada keponakannya. Sifat terbuka dan tak memaksa seseorang masuk Islam dari Sunan Ampel dapat menjadi alasannya.
Sebagai pemimpin, Sunan Ampel memiliki strategi dakwah yang inklusif, terbuka, dan sangat menghargai budaya lokal. Bapak dari walisongo itu tak mengajarkan ajaran Islam, tetapi ajari sebuah etika dan menjadi orang baik.
“Ajarannya Sunan Ampel nggak susah, hanya mengajarkan orang untuk menjadi baik. Hanya menunjukan mana yang boleh dan yang tidak boleh. Jadi banyak pengikutnya,” tutur Mustajab, Abdi Dalem Makam Sunan Ampel pada Sabtu, 16 Maret 2024 lalu.
Kearifan dari Sunan Ampel menjadi hal yang mempercepat proses Islamisasi di Surabaya sendiri. Membimbing para elite yang dalam hal ini para pejabat kerajaan menjadi lebih baik menjadikan rakyatnya tertarik akan ajaran Islam.
“Sunan Ampel tidak secara ekspansif dalam berdakwa. Makanya konsep dakwahnya tidak terkesan mendakwahi tetapi masuknya lewat pendekatan dalam tanda kutip itu politik karena dia mengajar para pejabat etika. Bukan mengajari Islam sebenarnya. Tetapi banyak mengajari bagaimana menjadi orang yang baik. Ketika itulah pejabat banyak yang tertarik masuk Islam. Nah, ketika pejabatnya masuk Islam otomatis rakyatnya juga akan mudah masuk Islam, itulah kearifan Sunan Ampel,” penjelasan panjang dari Sang Mentor.