More

    Hukum Meniup Kopi yang Masih Panas dalam Islam: Pembahasan Hadist Lengkapnya

    Kopi adalah minuman favorit kebanyakan masyarakat Indonesia. Umumnya, penikmat kopi, menyenangi minuman ini yang diseduh dalam keadaan panas.

    Dengan air panas, maka kopi akan menghasilkan aroma yang khas. Namun, tak sedikit masyarakat yang bertanya bolehkah meniup dan minum kopi yang masih panas?

    Dikutip dari Tim Layanan Syariah, Ditjen Bimas Islam, mengenai hal tersebut, ada sebuah hadits dan sejumlah pandangan ulama yang berkaitan dengan meniup makanan, yaitu imbauan agar umat Islam menghindari meniup makanan yang masih panas.

    Hal ini dapat ditemukan pada hadits yang diriwayatkan Abu Dawud dan At-Tirmidzi berikut ini:
    وعن ابن عباس رضي اللّه عنهما أن النبي نهى أن يتنفس في الإناء أو ينفخ فيه
    “Dari Ibnu Abbas RA, bahwa Nabi Muhammad SAW melarang pengembusan nafas dan peniupan (makanan atau minuman) pada bejana,”

    Dari imbauan ini, ulama Syafi’iyah kemudian memasukkan hal ini ke dalam adab mengonsumsi makanan, salah satunya tidak mengonsumsi makanan atau minuman dalam keadaan panas. Umat Islam dianjurkan untuk mengonsumsi makanan atau minuman ketika sudah mulai dingin. Abu Zakariya Al-Anshari dalam kitab Asnal Mathalib menjelaskan:
    وَلَا يَأْكُلَهُ حَارًّا حَتَّى يَبْرُدَ
    “Ia tidak memakannya dalam keadaan panas sampai agak dingin,”

    Mengingat hal tersebut, mengonsumsi makanan atau minuman panas sebaiknya dihindari karena bisa membawa mudarat bagi kesehatan, setidaknya bisa membuat iritasi lidah sehingga tidak dapat merasakan makanan atau minuman secara maksimal.

    Adapun, solusinya tentu menunggu sampai suhu makanan atau minuman berkurang atau agak hangat. Kalau memerlukan waktu cepat, sebaiknya ditiup menggunakan kipas atau merendam wadahnya untuk menurunkan suhu makanan atau minuman lebih cepat.

    Sementara itu, sebagian ulama Mazhab Hanbali menyatakan, pada dasarnya meniup makanan atau minuman untuk mendinginkan adalah makruh karena dapat menghilangkan berkah. Hal ini sebagaimana diungkap Syekh Manshur Al-Bahuti (Manshur Al-Bahuti, Kasysyaful Qina ‘an Matnil Iqna, [Beirut, Alamul Kutub: 1997 M/1417 H], cetakan I, juz IV, halaman 154), sebagaimana berikut:
    وَ يُكْرَه (التَّنَفُّسُ فِي إنَاءَيْهِمَا) لِأَنَّهُ رُبَّمَا عَادَ إلَيْهِ مِنْ فِيهِ شَيْءٌ (وَأَكْلُهُ حَارًّا) لِأَنَّهُ لَا بَرَكَةَ فِيهِ كَمَا فِي الْخَبَرِ (إنْ لَمْ تَكُنْ حَاجَةٌ) إلَى أَكْلِهِ حَارًّا فَيُبَاحُ
    “Dimakruhkan meniup wadah keduanya (makanan atau minuman) karena sering kali sesuatu (racun/karbon dioksida) di mulut kembali ke wadah. Demikian juga makruh mengonsumsinya dalam keadaan panas karena tidak mengandu…

    Source link