Syekh Mesir, atau biasa disapa Mbah Mesir, merupakan sosok ulama karismatik di Kabupaten Trenggalek yang namanya dikenal luas di Nusantara. Salah satu tradisi yang terkenal adalah lebaran ketupat yang dilaksanakan setiap tahun pada hari ke-8 bulan Syawal dalam kalender Hijriyah. Tradisi ini dimulai oleh Mbah Mesir sekitar 250 tahun yang lalu.
Mbah Mesir, atau Muhsinun, merupakan putra dari Syekh Yahuda dari Lorok Pacitan, yang merupakan ulama besar di Pacitan dan guru dari Pangeran Diponegoro. Mbah Mesir berdakwah di Trenggalek dan berhasil menjadikan daerah Parakan yang semula sarang berandalan menjadi aman dan Islami.
Selain berperan dalam dakwah, Mbah Mesir juga menjadi penasihat pemerintah dan menjadi hakim di Kabupaten Trenggalek. Dia memiliki hubungan dekat dengan Bupati Trenggalek saat itu, Raden Tumenggung Mangun Negoro.
Tradisi kupatan dimulai oleh Mbah Mesir sebagai rasa syukur karena menjalankan puasa sunah selama 6 hari setelah Idulfitri. Kebiasaan ini kemudian menjadi tradisi turun-temurun di Durenan Trenggalek. Makanan khasnya, ketupat, disajikan kepada tamu yang berkunjung di rumahnya pada hari ke-8 bulan Syawal.
Tradisi kupatan ini sudah berlangsung selama berabad-abad dan menjadi bagian dari budaya masyarakat di Trenggalek. Keturunan Mbah Mesir seperti Kiai Mahyin, Kiai Muin, dan lainnya, melanjutkan tradisi ini hingga saat ini. Makam Mbah Mesir juga menjadi tempat ziarah religi bagi banyak orang di Trenggalek.