Sejumlah ilmuwan mencoba merekonstruksi sejarah perkotaan Yerusalem. Caranya dengan menggunakan penanggalan radiokarbon dan pengukuran radiokarbon atmosfer dan cincin pohon.
Rekonstruksi ini dituliskan dalam jurnal berjudul ‘Radiocarbon Chronology of Iron Age Jerusalem Reveals Calibration Offsets and Architectural Developments’.
Namun ini juga mendapat tantangan adanya dataran tinggi Hallstat. Adanya campuran sinar kosmik dan atmosfer mengganggu penggunaan penanggalan radiokarbon.
Ini membuat penanggalan tidak menunjukkan usia spesifik. Namun memberikan dengan waktu yang lebih luas.
Hal itu akhirnya membuat para ilmuwan juga mengandalkan teks alkitab dan sejarah. Selain juga mempelajari tembikar dan mengumpulkan sejumlah bukti dengan pengukuran radiokarbon.
Salah satu ilmuwan dan direktur Scientific Archeology Unit Weizmann, Elisabetta Boaretto mengatakan sampel yang dikumpulkan berhasil diidentifikasi. Para ilmuwan berhasil melakukan lebih dari 100 pengukuran radiokarbon pada bahan organik.
Boaretto menjelaskan Yerusalem merupakan kota yang hidup. Selain juga merupakan kota yang terus dibangun kembali dan bukti arkeologinya tersebar.
“Namun terlepas dari tantangan, konstruksi berlapis dan daratan tinggi Hallstatt, kami bisa menyusun kronologinya selama Zaman Besi,” jelasnya dikutip dari Jerussalem Post.
Dari penanggalan didapatkan dua peristiwa. Salah satunya saat Babilonia menghancurkan Yerusalem tahun 586 SM dan genpa Bumi abad ke-8.