More

    Mas Dhito Bangkitkan Sejarah Kebesaran Masa Lalu di Jembatan Jungbiru Kediri

    Kediri (beritajatim.com) – Jembatan Jungbiru yang hari ini, pada Jumat (26/7/2024) pukul 10.00 diresmikan Bupati Kediri Hanindhito Himawan Pramana bukan sekedar jembatan yang menghubung wilayah Mrican – Jabon dengan Jungbiru.

    Lokasi ini memiliki nilai sejarah di masa lalu, maka arti penting jembatan ini akan menjadi skala prioritas dalam pengembangan destinasi wisata di wilayah Kabupaten Kediri.

    Hal ini dilakukan dalam rangka peningkatan PAD dan kesejahteraan masyarakat sekitar dalam pengembangan UMKM seiring berfungsinya Bandara Dhoho Kediri. Pembangunan Jembatan Jungbiru diharapkan bisa mengadopsi kebesaran masa lalu sehingga menarik destinasi wisata

    “Mas Dhito ini membangkitkan sejarah masa lalu di lokasi Jembatan Jungbiru ini dengan wasilah Kementerian PUPR. Dasarnya saya jelaskan, dalam rasasti Canggu -1358 M ( Prasasti Canggu berisi tentang peningkatan status desa-desa penyeberangan di seluruh Mandala Jawa dan aturan-aturan yang ditetapkan berkenaan dengan aktivita) tertulis nadi tira radesa. Nadi merupakan istilah Jawa Kuno yang menunjuk urat yang berukuran besar pada tubuh manusia. Urat nadi. Sungai besar diibaratkan urat nadi bagi tubuh manusia. Dalam prasasti Canggu menyebut desa panambangan atau tempat penyeberangan sungai. Menghubungkan desa yang berada di kanan dan kiri badan sungai. Majapahit era Raja Hayam Wuruk memberikan penghargaan desa sima karena jasanya menyeberangkan penduduk dari desa satu ke desa lain salah satunya di Jungbiru ini,” kata Imam Mubarok, Ketua DK4 Kabupaten Kediri, pada Jumat (26/7/2024)

    Ditambahkan olehnya, dalam Prasasti Kamalagyan (Prasasti Kamalagyan (1037 M) memberikan informasi mengenai pembuatan bendungan dan kanal atau saluran air pemecah aliran sungai besar, memberitakan tentang sungai Brantas dengan sebutan Bangawan. Istilah bangawan, digunakan untuk menyebut sungai yang besar. Sedangkan dalam Kakawin Nagarakertagama diberitakan pada era Singasari, dibangun benteng di Canggu Lor dekat sungai Brantas, tujuannya untuk mengantisipasi serangan musuh.

    “Susastra Kidung Panji Wijata Krama, Sudayana, Sunda, Kidung Ranggalawe yang menyebut kekuatan maritim Majapahit. Disebut pelabuhan sungai di Kediri, pelabuhan Jungbiru. Lokasinya tepat di DAS Brantas. Aliran Brantas berbentuk meander atau berkelok. Posisi berkelok ini sama persis dengan posisi pembangunan Jembatan Jungbiru yang saat ini dibangun oleh Kementerian PUPR dan diresmikan oleh Mas Dhito, Bupati Kediri,” kata Mubarok Ketua DK4 yang biasa disapa Gus Barok.

    Masih menurut Gus Barok , Kerajaan Kediri memiliki pelabuhan sungai di daerah yang berbentuk meander. Pulo Tondo merupakan pelabuhan sungai, dengan posisi berkelok tajam. Ketika Raden Wijaya bersama rombongan beraudiensi dengan Jayakatwang, tidak diterima di ibu kota kerajan Kediri di Daha. Namun, diterima di pelabuhan di Jungbiru pada tahun 1294.

    “Mengenai bentuk kapal yang mengarungi sungai Brantas,merujuk pahatan relief di pandapa teras luar Candi Penataran, Blitar. Brantas, dilalui dengan kapal besar, dengan tenaga penggerak berupa layar dan dayung renteng. Perahu tersebut dikenal dengan Perahu Jung Jawa. Hal ini perlu dan layak ditampilkan dalam bentuk replika perahu di lokasi Jembatan, sekaligus penambahan relief / ornamen pada badan jembatan,” pungkasnya.

    Dalam peresmiannya Bupati Kediri Hanindhito Himawan Pramana menitipkan pesan agar jembatan ini dijaga.

    “Jungbiru merupakan urat nadi yang menhubungkan wilayah Mrican – Jabon dengan Jungbiru di wilayah Kabupaten Kediri. Lokasi ini lokasi bersejarah yang saya persembahkan di masa akhir jabatan saya, semoga bermanfaat. Sebab sejak 2017 jembatan PG Mritjan ini putus dan kita bangun kembali untuk meningkatkan roda perekonomian masyarakat,” kata Mas Dhito. [nm/ted]

    Source link