Kasus perjudian, khususnya judi online (judol), di Indonesia semakin menjadi perhatian karena masalah yang semakin kompleks seiring dengan perkembangan teknologi. Data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menunjukkan bahwa total transaksi judi online mencapai Rp327 triliun pada akhir tahun 2023. Lebih dari 2,37 juta orang terlibat dalam aktivitas ini, dengan mayoritas berasal dari kelompok ekonomi menengah ke bawah. Bahkan, pelajar dan mahasiswa turut terjerat dalam lingkungan judi online.
Generasi Milenial dan Gen Z menjadi pemain utama judi online, dengan 60% dari jumlah pelajar dan mahasiswa yang terlibat. Permasalahan ini semakin diperparah dengan paparan tinggi terhadap iklan judi online di internet dan media sosial seperti Instagram dan Facebook. Faktor kemudahan akses dan lingkungan sosial yang menerima perjudian sebagai hal yang biasa menjadi daya tarik bagi generasi muda untuk mencoba judi online.
Namun, dampak negatif dari judi online sangat serius, baik secara ekonomi, psikologis, maupun sosial. Hal ini terbukti dengan kondisi gambling disorder, di mana seseorang terus berjudi meskipun mengalami kerugian berulang dengan harapan akan menang besar. Solusi dari permasalahan ini adalah melalui literasi keuangan dan edukasi di lingkungan akademik.
Pendidikan tentang bahaya judi online perlu ditingkatkan di lingkungan akademik untuk meningkatkan kesadaran mahasiswa. Selain itu, literasi keuangan juga harus diintegrasikan agar generasi muda dapat lebih bijak dalam mengelola keuangan dan terhindar dari godaan aktivitas ilegal seperti judi online. Dengan kolaborasi antara pemerintah dan lembaga pendidikan, generasi muda dapat diarahkan untuk memanfaatkan teknologi secara positif dan menjauhkan diri dari dampak negatif yang merugikan.