Penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Brawijaya menunjukkan bahwa kebijakan kenaikan tarif cukai rokok tidak efektif dalam menjaga keseimbangan industri hasil tembakau. Sebaliknya, kenaikan tarif cukai justru menyebabkan konsumen rokok beralih ke rokok yang lebih murah saat harga rokok meningkat. Hal ini disampaikan oleh peneliti senior PPKE-FEB UB, Joko Budi Santoso.
Menurut hasil kajian, terjadi pola pergeseran konsumsi rokok dari rokok mahal ke rokok golongan 2 dan 3 yang lebih murah ketika tarif cukai naik. Meskipun harga rokok golongan 1 meningkat tajam, konsumsi rokok tetap stabil pada persentase tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan kenaikan tarif cukai tidak efektif dalam menurunkan konsumsi rokok secara keseluruhan.
Joko menekankan perlunya kebijakan yang lebih komprehensif, seperti penguatan pengawasan terhadap rokok ilegal, strategi harga yang seimbang antar golongan rokok, dan edukasi kesehatan untuk mengendalikan konsumsi rokok secara bertahap. Dengan pendekatan ini, diharapkan kebijakan fiskal dapat lebih efektif dalam mengontrol konsumsi rokok serta meminimalkan dampak negatifnya terhadap industri dan penerimaan negara.
Selain itu, Joko juga menyoroti pentingnya keberlanjutan industri rokok kecil, penanggulangan rokok ilegal, serta pendekatan berbasis data untuk pengendalian konsumsi rokok. Kajian ini diharapkan bisa menjadi dasar bagi para pemangku kepentingan untuk merumuskan kebijakan yang lebih bijaksana, terutama dalam menyeimbangkan antara pengendalian konsumsi tembakau, pemberantasan rokok ilegal, dan keberlanjutan industri hasil tembakau. Dengan respons positif dari masyarakat, diharapkan adanya kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan pelaku industri untuk menciptakan kebijakan cukai yang lebih inklusif, berkelanjutan, dan berdampak luas bagi perekonomian serta kesehatan masyarakat.