Masyarakat keturunan China ternyata banyak yang sukses menjadi pengusaha baik di Indonesia maupun di negara lain. Fenomena ini tidak terjadi begitu saja, tetapi didukung oleh tradisi Konfusianisme yang dipahami dalam budaya China, Jepang, Korea, Taiwan, Hong Kong, Singapura, hingga Vietnam. Peneliti John Kao telah melakukan wawancara dengan lebih dari 150 pengusaha keturunan Tionghoa dan menemukan bahwa 90% dari mereka adalah generasi pertama imigran yang melarikan diri dari perang di China.
Faktor sejarah, seperti perang dan revolusi kebudayaan, telah membentuk mentalitas bertahan hidup dan keuletan para pengusaha Tionghoa. Mereka cenderung mengikuti prinsip-prinsip seperti melakukan penghematan, memiliki tabungan, dan selalu bekerja keras. Para pengusaha keturunan Tionghoa juga dikenal memegang teguh prinsip keluarga dan mengelola bisnis mengikuti sistem tradisional dalam budaya China.
Banyak pengusaha Tionghoa mendirikan bisnis yang menghasilkan barang berwujud, seperti perusahaan real estate dan ekspor-impor. Mereka cenderung mengelola bisnisnya seperti kaisar China mengelola kerajaannya, dengan aset bisnis diwariskan kepada anggota keluarga. Prinsip “Lebih baik menjadi kepala ayam daripada menjadi ekor sapi besar” tetap dipegang oleh banyak pengusaha Tionghoa saat ini, mereka lebih memilih menjadi bos di bisnis kecil milik sendiri daripada menjadi bawahan di perusahaan besar.