More

    Asal-Usul Gelar Haji Warisan Belanda di Indonesia

    Dulu, ketika seseorang kembali dari ibadah haji, ia akan diberi gelar Haji atau Hajah oleh masyarakat Indonesia. Namun, sedikit yang mengetahui bahwa gelar ini sebenarnya bukan bagian dari syariat Islam atau aturan resmi Arab Saudi. Ternyata, kebiasaan ini berasal dari masa kolonial Hindia Belanda, lebih dari dua abad yang lalu.

    Pada masa itu, perjalanan haji dilihat bukan hanya dari sudut pandang keagamaan, tetapi juga dari sudut politik. Para jamaah haji Indonesia sering dituduh “berulah” setelah kembali dari Makkah. Sebagian dari mereka dikatakan mempelajari hal baru di Tanah Suci dan kemudian menyebarkan ajaran tersebut kepada rakyat, yang pada akhirnya dapat menyebabkan pemberontakan terhadap pemerintah kolonial.

    Gubernur Jenderal Hindia Belanda, seperti Herman Willem Daendels dan Thomas Stamford Raffles, melihat para jamaah haji sebagai ancaman politik. Mereka merasa perlu memantau ketat para jamaah haji dengan mengharuskan mereka mengurus paspor haji, memasukkan gelar haji dalam nama mereka, dan mengenakan pakaian khas haji setelah kembali.

    Pada tahun 1859, aturan khusus diterapkan untuk mengatur penerimaan orang yang baru saja pulang haji. Mekanisme ini melibatkan serangkaian ujian dan jika lolos, mereka diperbolehkan menyandang gelar haji. Hal ini semua dilakukan karena pemerintah Hindia Belanda khawatir akan pemberontakan yang sering dimulai oleh orang-orang yang baru saja kembali dari haji.

    Sejak saat itu, tradisi penyebutan gelar haji di Indonesia terus berlanjut melintasi generasi. Meskipun masa dekolonisasi pasca-kemerdekaan Indonesia berlalu, panggilan politis tersebut tetap terus terwariskan hingga saat ini. Sejarah gelar haji di Indonesia memang sarat makna politis dan merupakan sebuah warisan dari masa kolonial Hindia Belanda.

    Source link