Merayakan Hari Buruh Internasional 1 Mei 2025 dengan puisi memiliki makna mendalam. Puisi menjadi sarana untuk menyuarakan perjuangan dan kesadaran, dengan kata-kata yang mampu menembus kebisuan nurani dan ketidakpatuhan. Di tengah slogan dan doktrin yang diciptakan negara, puisi hadir sebagai penolak dominasi serta penentang tafsir tunggal. Sebuah puisi memiliki kekuatan untuk melawan doktrin serta otoritas yang tidak mampu mengontrol kata-kata bebas. Hal inilah yang membuat penguasa sering membenci kata-kata yang tidak terkendali, seperti dalam kasus Wiji Thukul.
Puisi mampu menjadi senjata untuk mengiris bawang atau mempertahankan pemikiran merdeka yang menolak untuk tunduk. Meskipun ideologi cenderung membatasi kebebasan, puisi tetap menjadi cara untuk membebaskan tubuh dan jiwa dengan kata-kata yang lahir dari kebebasan berpikir. Tokoh-tokoh seperti Goenawan Mohamad, Sapardi Djoko Darmono, Joko Pinurbo, dan Wiji Thukul menunjukkan bagaimana puisi bisa menjadi medium perlawanan dan kritik terhadap kekuasaan.
Dalam karya Goenawan Mohamad seperti Internasionale, puisi menggambarkan realitas buruh dan perjuangan mereka melawan ketidakadilan. Sedangkan Wiji Thukul melalui karyanya “Sehari Saja Kawan,” menegaskan pentingnya solidaritas dalam perjuangan buruh. Demikian pula, puisi-puisi dari Joko Pinurbo dan Sapardi Djoko Darmono melukiskan kenyataan kehidupan buruh dan perjuangan mereka.
Dengan begitu, merayakan Hari Buruh Internasional 1 Mei 2025 dengan puisi bukan hanya sekedar ungkapan tapi juga bentuk perlawanan. Puisi menjadi suara bagi mereka yang tertindas dan mengingatkan akan perjuangan yang belum selesai. Melalui puisi, semangat dan semangat juang buruh terus hidup dan memberikan inspirasi bagi generasi mendatang. Let’s celebrate International Labor Day on May 1, 2025 through poetry to honor the spirit of struggle, resistance, and solidarity.