Fenomena parkir liar di Jakarta menjadi permasalahan yang tak terlepas dari kebijakan masa lalu. Menurut pengamat transportasi, Djoko Setijowarno, pada era Gubernur Anies Baswedan, konsesi pengelolaan parkir seringkali diberikan kepada ormas sebagai imbalan politik. Hal ini menyebabkan sejumlah parkir yang seharusnya berkontribusi ke kas pemda malah menjadi sumber pendapatan bagi ormas tertentu. Menurut Djoko, hal serupa juga terjadi di daerah-daerah lain di Indonesia.
Di tengah situasi tersebut, Djoko berharap Gubernur Pramono dapat mengambil langkah revolusioner, seperti yang pernah dilakukan Ignasius Jonan dalam membenahi PT KAI. Dia menilai bahwa belajar dari pengalaman positif tersebut bisa menjadi solusi untuk memperbaiki kondisi parkir di Jakarta.
Data dari Unit Pengelola Perparkiran Dinas Perhubungan DKI Jakarta menunjukkan bahwa potensi pendapatan dari parkir di Jakarta masih jauh dari optimal. Dalam lima tahun terakhir, pendapatan dari parkir cenderung stagnan di kisaran Rp50-57 miliar per tahun, meskipun pada tahun 2017 sempat mencapai puncaknya Rp107 miliar.
Anggota Pansus Perparkiran DPRD DKI Jakarta, Muhamad Taufik Zoelkifli, menilai bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari parkir seharusnya bisa mencapai Rp600 miliar per tahun. Namun, angka yang tercatat saat ini masih jauh dari target tersebut, hanya sekitar Rp33 miliar per tahun. Taufik menyoroti banyaknya lokasi parkir resmi yang tidak dimanfaatkan secara optimal, sehingga menjadi ladang subur bagi praktik parkir liar.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Pansus Perparkiran DPRD DKI Jakarta tengah berupaya untuk membenahi sistem parkir di Jakarta. Dengan demikian, diharapkan potensi pendapatan dari parkir dapat dimanfaatkan secara maksimal sesuai dengan kebutuhan wilayah.