Minyak babi kembali menjadi sorotan dalam masyarakat setelah kasus Ayam Goreng Widuran di Solo, Jawa Tengah terungkap menggunakan minyak babi dalam proses penggorengannya. Meskipun minyak babi memiliki reputasi memperkaya rasa makanan, keputusan penggunaannya tetap menuai pro dan kontra di kalangan konsumen. Minyak babi, atau dikenal sebagai lard, berasal dari 100% lemak babi yang diambil dari bagian perut, bokong, dan bahu babi. Meskipun memiliki rasa netral dan tidak berbau, minyak babi bisa memberikan tekstur krispi pada makanan karena memiliki titik asap tinggi yang cocok untuk penggorengan suhu tinggi. Makanan yang digoreng dengan minyak babi biasanya memiliki aroma khas daging babi yang lembut. Selain itu, tekstur makanan yang diproses dengan minyak babi cenderung bersisik atau berlapis, dan kadang agak berminyak tergantung pada porsi minyak yang digunakan. Fenomena ini membuat konsumen lebih peka terhadap ciri-ciri makanan yang mengandung minyak babi, dan semakin mempertanyakan kehalalan serta keamanan dari minyak tersebut. Selain itu, aspek kualitas dan kesegaran bahan baku juga menjadi perhatian utama terutama bagi konsumen yang memperhatikan aspek kehalalan dalam konsumsi makanan. Dengan semakin luasnya informasi mengenai minyak babi dan penggunaannya dalam industri kuliner, penting bagi konsumen untuk lebih cermat memilih dan memahami asal usul serta bahan-bahan yang digunakan dalam proses pengolahan makanan yang dikonsumsi. Meski keputusan akhir tetap ada pada preferensi dan keyakinan masing-masing individu, memahami ciri-ciri makanan yang mengandung minyak babi dapat memperkaya pengetahuan konsumen dalam memilih makanan sesuai dengan kebutuhan dan nilai-nilai yang dipegang.