Varian baru COVID-19 dengan kode NB.1.8.1, yang merupakan turunan dari varian Omicron, kini mulai muncul di sejumlah negara. Meskipun Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan peningkatan kasus varian ini, risiko kesehatan yang ditimbulkannya masih tergolong rendah hingga saat ini. Di Amerika Serikat, jumlah kasus varian NB.1.8.1 belum signifikan untuk dimasukkan dalam pelacakan resmi COVID-19 oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC).
Gejala yang terkait dengan varian ini mirip dengan varian COVID-19 sebelumnya, seperti demam, batuk, sakit tenggorokan, pusing, mual, muntah, dan nyeri sendi. Varian NB.1.8.1 pertama kali diidentifikasi pada 22 Januari 2025, namun baru pada 23 Mei, WHO mengkategorikannya sebagai varian yang perlu dipantau lebih lanjut.
Sejak munculnya Omicron pada tahun 2021, sudah ada ratusan subvarian yang bermunculan, meskipun belum ada yang menyebabkan lonjakan kasus sebesar puncak pandemi sebelumnya. Data per 18 Mei 2025 menunjukkan bahwa telah terdeteksi 518 kasus NB.1.8.1 di 22 negara, dengan proporsi global varian ini meningkat dari 2,5% menjadi 10,7% dalam empat pekan terakhir.
Meski demikian, para pakar kesehatan masih belum dapat memastikan apakah varian ini akan memicu lonjakan besar dalam waktu dekat. Meskipun terjadi peningkatan kasus dan rawat inap di beberapa negara dengan proporsi NB.1.8.1 yang tinggi, belum ada bukti yang menunjukkan bahwa varian ini menyebabkan gejala yang lebih parah dibanding varian lain.
Chief Innovation Officer di Boston Children’s Hospital, John Brownstein, mengungkapkan bahwa tingkat keparahan varian NB.1.8.1 tidak menunjukkan perbedaan signifikan dibanding varian lainnya. Meskipun memiliki tingkat penularan yang lebih tinggi, risiko infeksi dapat meningkat. Mutasi pada protein spike virus juga diperkirakan meningkatkan kemampuan penularan varian ini, namun vaksin COVID-19 yang tersedia saat ini diharapkan tetap efektif melawan NB.1.8.1.
Brownstein menyarankan agar masyarakat tetap menerima vaksin dan booster yang direkomendasikan, serta bagi kelompok berisiko tinggi atau dengan sistem imun yang lemah, disarankan untuk tetap menggunakan masker dan menghindari kerumunan besar.