Garin Nugroho Gugat Ketimpangan Hukum: Analisis Layar Lebar

Sutradara terkenal Garin Nugroho mengguncang dunia perfilman Indonesia dengan film terbarunya berjudul “Nyanyi Sunyi dalam Rantang”. Film ini bukan hanya sekadar hiburan, tetapi juga sebagai bentuk protes terhadap ketidakadilan dalam sistem hukum di Indonesia. Diputar perdana di Universitas Gadjah Mada (UGM), film ini merupakan hasil kolaborasi dengan lima lembaga kementerian di bawah naungan Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK).

Melalui empat kisah nyata yang menguras emosi, Garin Nugroho menyoroti bagaimana hukum seringkali tidak berpihak pada mereka yang lemah, dengan mengorbankan petani, masyarakat adat, dan individu yang hanya menyuarakan hak-haknya. Konflik seperti perampasan tanah, kriminalisasi aktivis, dan pembungkaman kebebasan berekspresi disajikan secara visual dengan penuh makna.

Cerita film ini berpusat pada karakter utama bernama Puspa (diperankan oleh Della Dartyan), seorang pengacara idealis yang harus menghadapi kenyataan pahit bahwa hukum tidak selalu berpihak pada korban. Dalam setiap kegagalannya membela mereka, Puspa membawa rantang merah sebagai simbol perjuangan sambil menyanyikan lagu “Nona Manis Siapa yang Punya”, sebagai tanda putus asa dan harapan.

Film ini juga menyoroti peran penting sinema sebagai alat kritik sosial. Para aktor dalam film ini, seperti Alex Suhendra, mengungkapkan tantangan dalam memerankan karakter yang berbeda dengan biasanya. Film ini merupakan hasil kerja intensif tim Garin Nugroho, Garin Workshop, Padi Padi Pictures, GIZ CPFS, serta Tempo Media sebagai bagian dari upaya edukasi Stranas PK dalam menekan pesan antikorupsi.

Selain itu, film ini juga disebut sebagai alat komunikasi yang efektif untuk meningkatkan literasi antikorupsi di kalangan muda. Menurut Didik Mulyanto dari KPK, penting untuk menyadarkan masyarakat tentang bahaya korupsi sistemik. Begitu juga dengan Wirastuti Widyatmanti dari UGM, yang menyatakan perlunya budaya integritas dalam pemberantasan korupsi.

Dukungan dan apresiasi juga datang dari Prof. Dr. Wahyudi Kumorotomo, M.P.P. dari UGM yang menganggap film ini penting untuk menumbuhkan kesadaran kritis melalui media yang mudah dipahami masyarakat. Melalui film “Nyanyi Sunyi dalam Rantang”, Garin Nugroho tidak hanya menggugat ketimpangan dalam hukum, tetapi juga memberikan pesan yang kuat tentang pentingnya perjuangan untuk kebenaran dan keadilan di Indonesia.

Source link