Jakarta, CNBC Indonesia – Paylater adalah metode pembayaran yang memungkinkan konsumen untuk membeli barang saat ini dan dibayar pada lain hari. Secara sederhana, paylater adalah layanan yang memungkinkan seseorang menunda pembayaran.
Menurut Channel News Asia (CNA), paylater ternyata populer di kalangan generasi muda Singapura, termasuk orang yang berpenghasilan hingga 10 ribu SGD atau sekitar Rp119,56 juta (asumsi kurs Rp11.956/SGD).
Sebuah survei gabungan yang dilakukan oleh Institute of Policy Studies (IPS) dan CNA menemukan bahwa hampir 7 dari 10 anak muda Singapura telah menggunakan paylater. Menariknya, mereka adalah orang yang berpenghasilan tinggi.
Dalam survei tersebut, masyarakat berusia 21 hingga 39 tahun diteliti untuk memahami sikap dan perilaku keuangan di kalangan anak muda Singapura. Selain itu, sikap para anak muda terkait utang, menabung, mengatasi biaya hidup, dan perencanaan masa depan juga ditelusuri.
Lalu, apa alasan para anak muda Singapura cenderung menggunakan paylater?
Berdasarkan hasil survei, sekitar dua pertiga responden alias 65,4 persen anak muda pernah menggunakan paylater. Sementara itu, anak muda yang berpendapatan tinggi atau memiliki kartu kredit pernah menggunakan paylater setidaknya satu layanan.
Secara rinci, responden berusia 30 hingga 34 tahun adalah kelompok yang paling mungkin menggunakan paylater, yaitu sebesar 72,3 persen. Sementara, 53,2 persen dari responden berusia 21 hingga 24 tahun yang telah menggunakan setidaknya satu layanan paylater.
Menurut hasil survei, delapan dari 10 responden yang berpenghasilan 6 ribu SGD dan 7 ribu SGD atau sekitar Rp71,7 juta dan Rp83,6 juta mengaku bahwa mereka menggunakan setidaknya satu layanan paylater. Salah satu alasannya adalah untuk menghemat uang saat ini.
Salah satu responden, Leon Tan (32) yang bergaji 10 ribu SGD mengaku bahwa ia menggunakan SPayLater, layanan paylater yang ditawarkan Shopee, serta layanan Atome untuk membayar dengan mencicil. Tan menyebut, ia menggunakan paylater hanya jika metode itu tidak menawarkan biaya bunga. Sebab, Tan telah menghabiskan banyak uang di tengah meningkatnya gaya hidup.
Peneliti IPS, Dr. Teo Kay Key menjelaskan bahwa masyarakat berpenghasilan tinggi akan memiliki lebih banyak likuiditas pada rekening bank mereka, biasanya digunakan untuk berbagai pengeluaran. Hal ini berbeda dengan masyarakat berpenghasilan rendah yang umumnya membelanjakan uangnya lebih banyak.
Menurut Dr. Key, bagi mereka yang berpenghasilan tinggi, utang tidak dilihat sebagai sesuatu yang harus dihindari. Dengan aliran pendapatan dan tabungan yang stabil, melakukan pembelian menggunakan skema ini kemungkinan besar tidak menimbulkan risiko finansial tambahan dan dianggap cerdas.
Sebanyak sembilan dari 10 responden mengaku terdampak kenaikan biaya hidup di Singapura. Masyarakat berusia 21 hingga 24 tahun dan orang yang berpenghasilan rendah merasakan dampak tersebut. Responden lebih muda yang belum bekerja penuh waktu saat masih bersekolah mungkin merasakan dampak yang lebih besar karena pendapatan dan tabungan yang lebih sedikit.
[Gambas:Video CNBC]
(rns/rns)