Kuasa Hukum PPKGBK Kharis Sucipto menjelaskan bahwa Kementerian Sekretariat Negara memiliki bukti kuat terkait legalitas tanah dan bangunan yang sedang disengketakan, yaitu lahan tempat berdirinya The Sultan Hotel & Residence Jakarta.
“itulah yang menjadi pokok perkara dalam gugatan ini,” kata Kharis kepada wartawan di lokasi tersebut pada Jumat (17/5/2024).
Kharis kemudian menjelaskan sejarah tanah HPL Nomor 1/Gelora, serta asal usul penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) Nomor 26 dan SHGB Nomor 27.
Dia mengungkapkan bahwa HPL Nomor 1/Gelora diterbitkan setelah tanah tersebut dibebaskan oleh pemerintah dan diganti rugi selama penyelenggaraan Asian Games keempat.
Pemerintah melalui Komando Urusan Pembangunan Asian Games (KUPAG) membebaskan dan mengganti rugi tanah yang mencakup lahan tempat The Sultan Hotel & Residence Jakarta kini berdiri.
“Pembebasan itu dilakukan dari tahun 1958 hingga 1962,” kata Kharis.
Kharis menyatakan bahwa GBK pernah mengajukan permohonan untuk mensertifikasi seluruh tanah yang telah dibebaskan dan diganti oleh pemerintah, termasuk area di mana Hotel Sultan berdiri.
“Pada saat itu, PT Indobuildco belum berdiri, jadi permohonan sertifikasi itu diajukan,” kata Kharis.
Dia menjelaskan bahwa PT Indobuildco kemudian didirikan dan mengajukan izin kepada Gubernur DKI Jakarta untuk membangun hotel dan menggunakan tanah pada 7 Januari 1971.
“Gubernur DKI mengeluarkan izin kepada PT Indobuildco untuk membangun hotel, dengan menggunakan lahan seluas sekitar 13 hektar berdasarkan keputusan gubernur,” ujar Kharis.
Dalam surat keputusan gubernur tentang izin tersebut, terdapat kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh PT Indobuildco dalam menggunakan tanah, seperti membayar royalti dan menyumbang conference hall internasional kepada pemerintah.
PT Indobuildco kemudian mengurus hak atas tanah tersebut dan mendapatkan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) Nomor 20/Gelora berdasarkan izin gubernur.
“Pemberian HGB dilakukan berdasarkan izin gubernur tanpa adanya pembebasan tanah atau ganti rugi. Semuanya dilakukan karena izin dari gubernur yang menyertakan hak dan kewajiban PT Indobuildco selama 30 tahun,” kata Kharis.
PT Indobuildco kemudian memecah HGB 20 menjadi dua sertifikat, yaitu SHGB Nomor 26 dan SHGB Nomor 27 pada tahun 1973.
“Jadi SHGB Nomor 26 dan SHGB Nomor 27 memiliki asal usul dari HGB 20/Gelora,” ucap dia.