More

    Mensos Risma Sebut Panti Jompo Bukan Budaya Indonesia, Benarkah?


    Jakarta, CNBC Indonesia  – Menteri Sosial Tri Rismaharini menyampaikan pandangan kontroversial terkait konsep panti jompo untuk lansia. Menurut Risma, panti jompo adalah budaya barat yang tak cocok untuk Indonesia.

    Itu tadi yang saya sampaikan, itu model luar negeri sebetulnya menurut saya. Saya nggak setuju, tidak sesuai dengan budaya,” kata Risma di Kabupaten Aceh Utara, Rabu (29/5/2024).

    Politisi PDIP itu khawatir panti jompo menjadi pembenar anak menolak merawat lansia di keluarga. Dia pun mendorong keluarga untuk merawat lansia, alih-alih dititipkan di panti jompo. 

    Penuturan Tri Rismaharani kemudian jadi persoalan. Apakah benar panti jompo bukan budaya Indonesia?

    Jejak awal panti jompo di Indonesia dapat dihitung mundur ke zaman Kongsi Dagang Hindia Timur atau VOC. Pada masa itu, VOC sudah punya pandangan bahwa lansia harus dirawat dan diberdayakan. Alasannya tentu saja didasari oleh rasa kemanusiaan dan keagamaan. 

    Lansia-lansia itu sebenarnya adalah bekas tentara dan pegawai VOC itu sendiri. Mereka yang sudah menua kebanyakan hidup sebatang kara dan dalam keadaan miskin. Supaya tak memunculkan masalah baru, VOC mulai ingin menyantuni mereka dalam satu tempat tinggal.

    Para petinggi VOC yang dikenal sebagai sosok religius dan taat moral kemudian memerintahkan bawahannya untuk mengurusi fakir miskin di Batavia (kini Jakarta), khususnya kaum lansia. Perintah ini kemudian berjalan berdasarkan model ala Belanda yang membangun banyak tempat penampungan untuk lansia. Konsep ini kemudian dikenal sebagai panti jompo.

    Alhasil, panti-panti jompo berdiri di Batavia sejak 1680-an. Sejarawan Hendrik E. Niemeijer dalam Batavia Masyarakat Kolonial Abad XVII (2012) mendeksripsikan, biasanya panti jompo berdiri berdampingan dengan panti asuhan yatim piatu.

    VOC melayani para penghuni panti jompo dengan baik sebab jumlahnya sedikit. Selain diberi jaminan hidup, semua penghuni panti jompo diketahui mendapat santunan setiap bulan. Ini juga termasuk bantuan beras dan bahan pangan lain. Selain itu, sebelum tahun 1684, VOC juga rutin menyantuni lansia di luar panti jompo.

    Di Batavia, panti jompo bisa dihuni 300-an lansia. Akan tetapi, dalam perjalanan, panti jompo pendirian VOC cukup diskriminatif. Pasalnya, penghuni panti jompo harus lansia Belanda yang beragama Nasrani dan pribumi beragama Nasrani. Di luar itu, pemerintah tidak memperbolehkan masuk.

    Jika ingin jadi bagian panti jompo, maka seseorang harus pindah agama terlebih dahulu. Caranya dengan menjadi jamaat gereja, sehingga bisa masuk panti jompo dan hidup dijamin pemerintah. Namun, tak sedikit pula yang menolak masuk. Biasanya mereka ogah masuk panti jompo karena melihat tempat itu tak layak huni. 

    Pendirian panti jompo oleh VOC lantas menjadi inspirasi kelompok lain untuk membangun tempat serupa di masa depan. Kelompok etnis China jadi salah satu yang ikut-ikutan membantun panti jompo. Selain itu, organisasi masyarakat Islam, seperti Muhammadiyah pimpinan Ahmad Dahlan, diketahui membangun rumah jompo berkat terinspirasi cara Belanda mengurusi lansia. 

    [Gambas:Video CNBC]

    (mfa/mfa)


    Source link