Baru-baru ini, Direktur Tindak Pidana Siber (Dirtipidsiber) Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Himawan Bayu Aji, mengungkapkan modus kejahatan fake Base Transceiver Station (BTS) atau BTS palsu yang menargetkan korban di kawasan bisnis. Menurut Himawan, modus kejahatan ini umumnya terjadi di daerah Jakarta dan SCBD yang merupakan kawasan bisnis. Dalam modus kejahatan fake BTS, pelaku menggunakan akses ilegal ke frekuensi milik operator seluler untuk mengirimkan SMS kepada korban seolah-olah berasal dari institusi terpercaya.
Penerima SMS yang tidak teliti dan terpengaruh dengan pesan tersebut berisiko menjadi korban, karena pesan tersebut mengarahkan mereka untuk menyerahkan data pribadi kepada pelaku melalui tautan yang disematkan di SMS. Kasus fake BTS yang diungkap oleh Bareskrim Polri melibatkan dua Warga Negara Asing asal China yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Total kerugian yang tercatat dari 12 korban mencapai Rp473,3 juta.
Untuk mengidentifikasi apakah modus operasi serupa terjadi di kawasan lain, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri terus berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) serta Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Selain itu, Polri juga telah mengamankan sejumlah barang bukti termasuk perangkat alat fake BTS, ponsel, kartu SIM, kartu ATM bank, paspor, dan kartu identitas terkait kasus ini.
Tersangka dalam kasus ini dijerat dengan beberapa pasal, termasuk UU ITE, UU Telekomunikasi, TPPU, dan Pasal 55 KUHP. Selain itu, bos pengendali kasus penyebaran SMS phishing melalui fake BTS juga masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). Dengan adanya kerja sama antara Bareskrim Polri, Kemkomdigi, dan BSSN, diharapkan kasus-kasus serupa dapat teridentifikasi dan tersangka lainnya dapat diungkap.