Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat bahwa Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, diduga menalangi uang suap senilai Rp400 juta untuk pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) calon legislatif Harun Masiku. Informasi ini terkuak dari percakapan antara Harun dan kader PDI Perjuangan Saeful Bahri yang tertangkap dalam penyadapan. Selain itu, penyidik juga menemukan informasi bahwa Hasto terlibat dalam penyaluran dana suap dari percakapan antara Saeful dengan berbagai pihak, termasuk advokat Donny Tri Istiqomah dan mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina.
Rossa, penyidik KPK, menjelaskan bahwa negosiasi antara Saeful, Tio, dan mantan anggota KPU Wahyu Setiawan memunculkan permintaan uang sebesar Rp1,5 miliar untuk pengurusan PAW, meskipun awalnya hanya diminta Rp900 juta. Ternyata, proses tersebut tidak berhenti di situ, dengan permintaan tambahan dana sebesar Rp500 juta dua kali hingga total mencapai Rp2,5 miliar untuk memastikan pelantikan calon legislatif.
Harun Masiku yang tidak memiliki uang, berusaha mencari dana talangan, dan akhirnya pada tanggal 16 Desember 2019, ditemukan bahwa Hasto menangani penyaluran uang sebesar Rp400 juta. Namun, Rossa menjelaskan bahwa hanya sebagian permintaan uang yang ditangani pada tanggal tersebut. Kasus ini melibatkan dugaan perintangan penyidikan korupsi yang menyeret Harun Masiku sebagai tersangka dari tahun 2019 hingga 2024.
Selain itu, Hasto didakwa menghalangi penyidikan dengan merintahkan penenggelaman ponsel milik Harun Masiku setelah tangkap tangan KPK terhadap Wahyu Setiawan. Bersama advokat Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku, Hasto juga diduga memberikan suap kepada Wahyu sejumlah dolar Singapura untuk memuluskan permohonan PAW calon legislatif dari Riezky Aprilia ke Harun Masiku. Atas perbuatannya, Hasto berisiko dijerat dengan pasal-pasal pidana yang tertera dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang dapat mengancam masa depannya.