Kata ‘garong’ yang sering kita dengar saat ada pencuri atau maling sebenarnya merupakan singkatan dari gabungan romusha ngamuk. Singkatan ini diartikan sebagai orang yang melakukan tindak kriminal pencurian, sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Meskipun demikian, kebanyakan masyarakat Indonesia tidak menyadari asal usul singkatan ‘garong’ ini. Singkatan ini pertama kali muncul pada tahun 1945, saat masa Perang Kemerdekaan, di mana banyak orang memanfaatkan situasi tidak kondusif untuk melakukan pencurian. Kelompok garong biasanya bergerak secara bersama-sama dan tidak berhubungan dengan pihak tentara atau laskar.
Asal mula ‘garong’ diungkapkan oleh sastrawan Pramoedya Ananta Toer, yang pernah menjadi tentara di Cikampek pada era awal kemerdekaan. Pram mendengar kata ‘garong’ pertama kali dari kelompok tersebut, yang menjelaskan bahwa kata ‘garong’ adalah singkatan dari gabungan romusha ngamuk. Pram mengungkapkan bahwa kelompok garong melakukan perampokan karena vakum kekuasaan yang membuat mereka merasa tidak terkontrol. Mereka sering menggunakan senjata api dan jimat untuk memperkuat diri dan terhindar dari hukuman.
Dalam penelitiannya, sejarawan Anthony E. Lucas menemukan ada garong-garong di Jawa Tengah, seperti di Brebes, Tegal, dan Pemalang. Mereka sering menggunakan jimat untuk kekebalan dan sering dianggap sebagai kelompok penjahat yang meresahkan. Para garong selalu ditakuti dan menjadi musuh bersama oleh warga setempat. Indonesia dan Belanda pun berusaha untuk membasmi kelompok garong tersebut karena menganggapnya meresahkan.
Sejak saat itu, kata ‘garong’ menjadi sinonim untuk pencuri, maling, dan rampok di masyarakat Indonesia. Singkatan tersebut, sebenarnya merupakan akronim dari gabungan romusha ngamuk yang menggambarkan identitas kelompok kriminal pada masa Perang Kemerdekaan.
Anda dapat menonton video di atas untuk informasi lebih lanjut mengenai efek domino perang dagang terhadap bisnis parfum lokal.