Banyuwangi (beritajatim.com) – Menggali potensi daerah di Banyuwangi sebenarnya cukuplah banyak. Salah satunya melalui kekayaan alam dari kampung ke kampung.
Seperti yang ada di Kampung Papring, Kelurahan/ Kecamatan Kalipuro ini. Sejak lama, kampung ini dikenal dengan potensi bambunya.
Nama Papring sendiri singkatan dari panggone pring yang berarti lokasi tempat bambu tumbuh. Di kampung ini banyak masyarakat yang memproduksi besek (wadah bambu). Kampung ini terletak sekitar 15 kilometer dari kota Banyuwangi, dan berada di ketinggian 1000 meter dari permukaan laut.
Sebagian besar masyarakat di Papring adalah buruh tani. Sebagian lainnya menggantungkan hidup di hutan dengan mencari kayu serta bambu, beternak dan membuat besek anyaman bambu untuk dijual. Anyaman yang dibuat adalah besek (wadah), gedheg (dinding bambu) dan lanjaran (bambu untuk menjalarnya tanaman).
Potensi itu yang kini mulai menjadi keunggulan warganya. Mengandalkan kekayaan alam dan kreativitas warga, Kampung Papring mulai mengembangkan diri.
Kini, anyaman bambu dari Papring mulai menggeliat seiring dengan keberadaan sekolah Kampung Batara di wilayah tersebut. Widie Nurmahmudy, penggagas Kampoeng Batara, mengatakan sekolah ini lahir dari keprihatinan kondisi di Papring. Di kawasan tersebut kesadaran masyarakat akan pendidikan masih kurang hingga muncul masalah anak putus sekolah, perkawinan usia anak.
Bahkan, potensi itu mulai dikenal luas oleh khalayak ramai. Bukti kreativitasnya digambarkan dalam sebuah hajatan Hikayat Bambu Papring 2024.
Di dalamnya, ada beragam kegiatan di antaranya pameran aneka produk bambu, lomba mainan tradisional dari bambu, fashion show batik, hingga kenduri seni budaya.
Kampoeng Batara didirikan tahun 2015. Dengan tekad besar, empat pemuda ini mulai mensosialisasikan dan mengajak warga pentingnya pendidikan. Mereka memulainya dari langgar kecil dengan mengajak anak-anak sekitar untuk kembali belajar.
Sesekali mereka belajar dan bermain di halaman dan ruang terbuka di sekitar rumah. Pembelajaran di sini pun memakai konsep bermain sembari memberikan pengetahuan soal alam, konservasi dan budaya lokal.
“Prinsip kami adalah segala proses penggalian potensi yang ada di desa selalu berdasarkan konsep edukasi, ekologi, dan ekomomi. Apa yang kami usahakan selama 9 tahun terakhir ujungnya adalah kesejahteraan masyarakat,” ujar Widie.
Tak hanya mnasalah pendidikan sekolah, mereka perlahan juga mengedukasi warga untuk meningkatkan nilai tambah potensi sekitar. Maka mulai diajak mengolah bambu.
Anyaman bambu mereka berkembang menjadi besek dengan ukuran dan model yang beragam, tas, kap lampu, pincukan dan lain-lainnya. Selain anyaman juga ada kerajinan batik yang bermotif bambu, dan pemanfaatan potensi lokal yang lain.
“Saya sangat mengapresiasi apa yang sudah dilakukan oleh warga kampung batara. Terimakasih karena sudah menjadi pionir kekayaan pariwisata budaya di sekitar sini,” kata Plt. Bupati Banyuwangi Sugirah saat menghadiri Hikayat Bambu Papring.
“Event ini bukan hanya sebagai peringatan ulang tahun saja. Lebih dari itu, ini adalah perayaan warga yang berhasil menggali potensi dan kearifan lokal yang ada di daerahnya dengan kreatif,” puji Sugirah.
Hadir pada acara ini, Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Sjamsul Hadi. Sejauh ini, pihaknya siap mendukung gerakan masyarakat berbasis desa seperti Kampung Batara Papring.
“Yang kami harapkan, ke depan potensi Kampung Batara bukan hanya tersalurkan dari desa ke kota, tapi juga bisa antar kota hingga nasional,” ujar Sjamsul.
Dalam Hikayat Bambu Papring juga diberikan apresiasi/penghargaan kepada para mitra yang selama ini ikut membangun Kampung Batara. Bukan hanya itu, juga ada apresiasi yang diberikan kepada warga yang berhasil membuat cipta karya sendiri, mulai dari cipta kostum bambu, cipta karya seni, cipta karya motif batik, dan cipta karya digital. (rin/ian)