More

    Terungkap Alasan Efek Samping Vaksin Covid-19 AZ Belum Muncul di RI


    Jakarta, CNBC Indonesia – Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) mengungkapkan bahwa masyarakat yang sering terkena paparan sinar matahari cenderung jarang terkena efek samping Trombositopenia atau thrombosis with thrombocytopenia syndrome (TTS) dari vaksin Covid-19 produksi AstraZeneca.

    Menteri Kesehatan (Menkes RI), Budi Gunadi Sadikin menyebutkan bahwa negara tropis cenderung berisiko rendah bagi penduduknya untuk mengidap risiko TTS dari vaksin AstraZeneca. Adapun, wilayah tropis yang dimaksud adalah Benua Asia, Afrika, dan kawasan Amerika Selatan.

    “Memang kita lihat di negara-negara nordik dan Barat, lebih banyak [jumlah kejadian TTS-nya]. Kalau yang Asia, Afrika, sama Amerika Selatan itu lebih jarang,” ujar Budi dalam rapat kerja (raker) bersama Komisi IX DPR RI, Jakarta, Selasa (21/5/2024).

    “Kita-kita yang hidupnya dapat matahari banyak kayaknya lebih jarang kena ini (TTS), tapi kalau yang daerah-daerah barat lebih banyak yang terkena,” imbuhnya.

    Lebih lanjut, Menkes yang akrab disapa BGS itu mengungkapkan bahwa Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) di setiap negara berbeda-beda karena dipengaruhi oleh faktor genomik dan ras penduduk.

    “Kita (Kemenkes RI) telusuri kejadian KIPI di negara yang berbeda karena KIPI ini juga sangat tergantung terhadap genomiknya, terhadap rasnya,” ujar BGS.

    “Misalnya [bakteri] E. Coli. Kalau orang Indonesia jajan di warung-warung enggak pernah sakit perut, tapi kalau orang Eropa datang ke sini dan makan di warung, langsung mencret-mencret sakit perut. Itu karena genetiknya berbeda,” sambungnya memberikan contoh terkait genomik dan ras sebagai faktor risiko.

    Menkes mengatakan, masyarakat Indonesia penerima vaksin AstraZeneca tidak perlu khawatir terkait efek samping TTS. Sebab, TTS adalah efek samping langka dengan rasio kejadian satu banding satu juta orang.

    Terlebih, ia menyebutkan bahwa TTS bukanlah efek samping AstraZeneca yang baru ditemukan. Ia mengungkapkan, TTS sudah diidentifikasi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sejak pemberian izin penggunaan vaksin Covid-19 AstraZeneca.

    “TTS ini didefinisi KIPI memang masuk dalam kategori yang sangat jarang, artinya kurang dari satu insiden per 10 ribu orang. Sangat jarang ini,” kata Budi.

    “Jadi, dia bisa menyelamatkan satu juta orang. Yang tadinya kemungkinan meninggal jadi hidup, tapi dari satu juta orang mungkin ada satu atau dua orang berisiko terkena [TTS]. dan mungkin bisa juga ditangani sampai enggak harus meninggal,” imbuhnya dalam kesimpulan.

    Terkait jumlah kasus TTS akibat AstraZeneca di Indonesia, Menkes RI menegaskan bahwa hingga saat ini pihaknya belum ada menemukan kasus penyakit yang dapat menimbulkan risiko kematian itu.

    Selain itu, BGS juga mengaku vaksin Covid-19 AstraZeneca sudah tidak digunakan di Indonesia lagi sejak Oktober 2022 lalu.

    “TTS ini memang terjadi di beberapa negara, Inggris dan Australia yang tinggi. Kita belum teridentifikasi. Negara-negara di Amerika Selatan juga belum teridentifikasi. Ini ada rasionya,” jelas Menkes RI.

    “Sebagai informasi, AZ sudah tidak dipakai lagi di Indonesia sejak Oktober 2022 dan sampai sekarang kita belum ada menemukan KIPI khususnya masalah trombosis ini, TTS,” sambungnya.

    Sebagai informasi, TTS adalah penyakit yang menyebabkan penderita mengalami pembekuan darah serta trombosit darah yang rendah. Menurut Komnas KIPI, kasusnya sangat jarang terjadi di masyarakat, tapi bisa menyebabkan gejala yang serius.

    Jika terjadi di otak, TTS dapat menyebabkan gejala pusing, mual di saluran cerna, hingga kaki pegal-pegal. Sedangkan jika jumlah trombosit menurun akan muncul perdarahan serta biru biru di titik suntikan.

    Sementara itu, Menkes RI mengatakan bahwa TTS dapat menyebabkan kerusakan berbagai organ tubuh, seperti otak, hati, usus, hingga limpa.

    [Gambas:Video CNBC]

    Artikel Selanjutnya

    BGS Jamin Izin Praktik Dokter Kini Bebas Pungli & Ordal

    (miq/miq)


    Source link